Rabu, 08 April 2009

Jempol


Jempol

By : Hepi Andi Bastoni

Inilah induk jemari. Makanya disebut ibu jari. Meski panjangnya tak melebihi jari lainnya tapi ukurannya lebih besar. Dibandingkan jari lainnya, jempol memang berbeda. Selain ukuran, jempol juga hanya memiliki dua buku. Berbeda dengan jari lainnya yang mempunyai tiga buku. Posisinya pun demikian, kalau jemari lainnya menghadap ke satu arah yang sama, maka ibu jari menghadap kearah berbeda.

Dengan demikian, bagi jemari, jempol tak sekedar “ibu“ tapi juga pemimpin. Posisinya yang lebih mengarah kebagian dalam jari-jari seperti seorang pemimpin yang sedang mengayomi anak buahnya. Ia seperti seorang pemimpin yang siap membantu anak buahnya kapanpun.

Jempol adalah pemimpin bagi jemari. Dengan bantuan jempol, jari bisa melakukan banyak hal. Memungut, mencubit, memegang dan menggenggam sesuatu, adalah pekerjaan yang nyaris tak bisa dilakukan tanpa bantuan ibu jari.

Jempol itu unik. Ia bisa menjadi ciri khas yang membedakan seseorang dengan lainnya. Ia bisa mewakili tanda tangan. Bahkan, fungsinya kadang jauh penting daripada tanda tangan. Kalau tanda tangan bisa dipalsukan tapi tidak demikian dengan jempol. Allah menciptakan sidik jari setiap manusia berbeda-beda. Tak ada yang sama.

Jempol bisa menjadi isyarat menang atau kalah.

Bagi pemimpin, jempol bisa jadi cermin. Ia menjadi cermin bagaimana mengayomi anak buah sebagaimana jempol menjadi “ibu” bagi jari-jemari lainnya. Jempol juga bisa jadi cermin dalam hal melengkapi kebutuhan orang lain. Sebuah cubitan takkan terasa kalau hanya dilakukan oleh telunjuk dengan jari lainnya. Ia akan terasa kalau jempol turut campur.

Ketika masih kecil dulu, kita sering menggunakan jari untuk suit menentukan kalah atau menang dalam sebuah permainan. Jari telunjuk adalah simbol “orang”, jempol simbol “gajah” dan kelingking simbol “semut”. Artinya orang akan kalah kalau berhadapan dengan gajah, sedangkan gajah akan kalah kalau berhadapan dengan semut, dan semut akan kalah kalau berhadapan dengan orang.

Dalam permainan ini, meskipun jempol itu besar dan menjadi simbol gajah tapi ia kalah ketika berhadapan dengan kelingking yang menjadi simbol semut. Bagi seorang pemimpin, symbol permainan ini bisa menjadi pelajaran. Bahwa, kelingking bisa mengalahkan jempol. Gajah yang besar bisa ditaklukan oleh semut yang kecil.

Jika para pemimpin memperhatikan filosofi jempol ini dengan baik, ia bisa menjadi pemimpin jempolan. Jika tidak, ia akan dicatat sejarah sebagai pemimpin yang cuma isapan jempol.