Sabtu, 05 Desember 2009

Penyejuk Hati 7

Ya Allah, ampunilah kami, orang tua kami, anak-anak kami, guru-guru kami, saudara-saudara seagama, sahabat-sahabat kami, orang-orang yang mencintai kami karena Engkau, orang-orang yang berbuat baik kepada kami dan bagi kaum muslimin muslimat, mukminin dan mukminat, wahai Tuhan penguasa alam semesta. Sesungguhnya Engkau Maha mendengar doa. Amin
Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memelihara wajah kami dari sujud kecuali kepada-Mu, Ya Allah peliharalah wajah kami dengan kemudahan rezeki dan jangan Engkau merendahkan kami dengan kesempitan rezeki-Mu. Maka peliharalah diri kami dari meminta-minta hajat kami kecuali kepada-Mu dengan kemurahan dan kaunia-Mu. Wahai dzat yang paling penyayang. Amin
Wahai Dzat Yang Maha Hidup, Wahai Dzat yang terus menerus mengurus makhluk-Nya, dengan rahmat-Mu kami mohon pertolongan, terimalah doa kami, Wahai Tuhan Kekalian Alam. Amin
Ya Allah, peliharalah kami dari musibah yang Engkau turunkan, berikanlah kami nikmat-nikmat-Mu dan jadikanlah kami hamba-hamba yang mendapatkan kebaikan, bukan hamba-hamba yang mendapat ujian, dengan rahmat-Mu, Wahai yang paling penyayang diantara yang penyayang. Anugerahkan kepada kami kesehatan lahir dan bathin. Amin
Wahai Yang Maha Lembut, Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Menerima tobat lahi Maha Penyayang.Amin
Ya Allah, yang melepaskan kesulitan, yang menghilangkan kesedihan, yang memenuhi permohonan orang-orang yang dalam keadaan terpaksa, Yang Maha Pengasih dan Penyayang di dunia dan akhirat. Amin

Penyejuk Hati 6

Ya Allah, Perbaiki hubungan antar kami, rukunkan antar hati kami, tunjuki kami jalan keselamatan. Selamatkan kami dari kegelapan kepada terang didunia dan akhirat. Amin
Ya Allah, Wahai yang memudahkan segala yang sukar dan yang menyambung segala yang patah. Wahai yang menemani semua yang tersendiri dan pengaman segala yang takut. Aku mohon kasih-Mu. Amin
Wahai Tuhan yang tidak memerlukan penjelasan dan penafsiran. Hajat kami kepada-Mu amatlah banyak, Engkau Maha Tahu dan Melihat. Kami takut kepada-Mu selamatkan kami dari siksa-Mu. Amin
Ya Allah, hamba memohon melalui nama-Mu. Wahai Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Wahai Yang Maha Arif dan Bijaksana. Maha Suci Engkau. Wahai yang menerima segala Taubat. Amin
Ya Allah, kasihi kami dengan kudrat kuasa-Mu atas kami, jangan binasakan kami, karena Engkaulah harapan kami, jaga kami dengan mata-Mu yang tiada tidur, lindungi kami dengan perlindungan-Mu yang tak tertembus. Kami hamba-hamba-Mu, anak-anak hamba-Mu. Berlaku pasti atas kami hokum-hukum-Mu. Adil pasti atas kami keputusan-Mu. Amin
Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau dan telah jadikan aku adalah hamba-Mu, aku menurut perintah dan janji-Mu sesanggupku. Aku mohon perlindungan bahanya dosa yang aku perbuat, aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan mengakui pula banyaknya dosaku, maka ampunilah aku, karena tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau. Amin
Ya Allah! Wahai Dzat yang memiliki anugrah, wahai dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan. Tiada Tuhan melainkan Engkau Yang Maha mulia, terimalah amal ibadah kami. Amin

Penyejuk Hati 6

Ya Allah! Aku ketuk pintu rahmat-Mu dengan tangan harapanku, aku berlari menuju-Mu untuk meminta lindungan dari hawa nafsuku yang merajalela. Aku ikat jari-jari cintaku dengan ujung-ujung tali-Mu. Ya Rabb, ampunilah ketergelinciran dan kesalahan yang telah kuperbuat. Selamatkanlah aku agar tidak terjerumus ke dalam kehancuran. Amin. Ya Rabb, kupasrahkan kendali jiwaku dengan tali kehendak-Mu! Kutanggalkan beban-beban dosaku. Kumusnahkan ia dengan ampunan dan rahmat-Mu! Kulepaskan hawa nafsuku yang menyesatkan, kugantikan ia dengan karunia dan belas kasih-Mu. Ya Allah tetapkanlah bagiku malam ini agar mendatangiku bertabur cahaya petunjuk dan keselamatan dunia dan akhirat. Amin.
Ya Allah, bukalah untuk kami daun-daun pintu magfirah-Mu di malam ini. Ya Allah kenakanlah kepadaku toga-toga petunjuk dan kesalehan yang paling cemerlang, melalui keagungan-Mu. Tanamkanlah di dalam lubuk hatiku sumber-sumber kekhuusyu’an, alirkanlah bulir-bulir bening air mataku karena takut akan keagungan-Mu. Amin.
Ya Allah, sertailah kami! Jadikan kami mencintai-Mu, hari-hari kami, jadikanlah hari-hari yang bahagia Ya Allah, dan hidup kami hidup yang tentram lagi diridhoi. Amin.
Ya Allah, berilah petunjuk kepadaku dari sisi-Mu, limpahkan kepadaku karunia-Mu, curahkan rahmat-Mu dan turunkanlah kepadaku berkah-Mu. Amin.
Ya Allah, kini malam-Mu telah menjelang dan siang-Mu telah berlalu. Inilah suara orang-orang yang menyeru diri-Mu dan datangnya doa-doa kepada-Mu, aku mohon ampunan bagi diriku. Amin.
Ya Allah, selamatkan aku dari neraka dan berilah ampunan di malam dan siang. Ya Allah aku memohon kepada-Mu kebebasan dari nereka dengan selamat. Masukkan aku kesurga dengan tentram. Amin.

Penyejuk Hati 5

Maha Suci Engkau Aduhai Sembahanku, sayangilah kami yang hanya berbekal harapan, senjatanya hanya tangisan. Aduhai Yang Maha Tahu tanpa diberitahu. Anugrahkan Cahaya yang menerangi yang terjebak dalam kegelapan. Ampunilah dosa-dosa kami di malam ini, Wahai Yang Maha Luhur. Amin.
Ya Allah jangan putuskan harapanku untuk mendapat karunia-Mu, lindungilah aku dari kejahatan Jin dan Manusia musuh-musuhku, Aduhai Yang Maha Cepat Ridho-Nya. Ampubilah orang yang hartanya hanyalah doa, Wahai yang asma-Nya adalah kekayaan, limpahkan Rahmat-Mu. Amin.
Engkau Ya Rabb, telahmewajibkan hamba-hamba-Mu untuk beribadah kepada-Mu, Engkau perintahkan mereka untuk berdoa kepada-Mu, Engkau janjikan kepada mereka ijabah-Mu. Karena itu aku hadapkan wajahku kepada-Mu. Aduhai Tuhan! Aku ulurkan tanganku demi kebesaran-Mu. Maka perkenankan doaku, sampaikan aku pada cita-cita ku. Amin.
Ya Allah! Aku ketuk pintu Rahmat-Mu dengan tangan harapanku, aku berlari menuju-Mu untuk meminta lindungan dari hawa nafsuku yang merajalela. Aku ikat jari-jari cintaku dengan ujung-ujung tali-Mu. Ya Rabb, ampunilah ketergelinciran dan kesalahan yang telah kuperbuat, selamatkanlah aku agar tidak terjerumus ke dalam kehancuran. Amin.
Ya Rabb, kupasrahkan kendali jiwaku dengan tali kehendak-Mu! Kutanggalkan beban-beban dosaku, kumusnahkan ia dengan ampunan dan Rahmat-Mu! Kulepaskan hawa nafsuku yang menyesatkan, kugantikan ia dengan karunia dan belas kasih-Mu. Ya Allah, tetapkanlah bagiku malam ini agar mendatangiku bertabur cahaya petunjuk dan keselamatan dunia dan akhirat. Amin.
Ya Allah, bukalah utntuk kami daun-daun pintu magfirah-Mu di malam ini . Ya Allah kenakanlah kepadaku toga-toga petunjuk dan kesalehan yang paling cemerlang. Melalui keagungan-Mu, tanamkanlah di dalam lubuk hatiku sumber-sumber kekhusyu’an, alirkanlah bulir-bulir bening air mataku karena takut akan keagungan-Mu. Amin.
Engkau Ya Rabb, telah mewajibkan hamba-hamba-Mu untuk beribadah kepada-Mu, Engkau perintahkan mereka untuk berdoa kepada-Mu, Engkau janjikan kepada mereka ijabah-Mu. Karena itu aku hadapkan wajahku kepada-Mu. Aduhai Tuhan! Aku ulurkan tanganku. Demi kebesaran-Mu, maka perkenankan doaku, sampaikan aku pada cita-citaku. Amin.

Penyejuk Hati 4

Ya Allah, Ampunilah semua dosa yang telah kulakukan, semua kesalahan yang telah kuperbuat dan aku datang menghampiri-Mu dengan mengingat-Mu, aku memohon pertolongan melalui diri-Mu dan kemuruahan-Mu, dekatkan aku keharibaan-Mu, sempatkan aku untuk bersyukur dan bimbinglah aku untuk selalu mengingat-Mu. Amin.
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari kesulitan dan kesedihan, aku berlindung kepada Engkau dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada Engkau dari kekikiran dan berhati pengecut, aku berlindung kepada Engkau dari terbelit utang dan tertindas orang lain. Amin.
Ya Allah, Aku memohon kepada-Mu dengan permohonan hamba yang rendah, hina dan ketakutan, maafkanlah aku, sayangilah aku. Jadikan aku selalu rela dan puas dengan pemberian-Mu, selalu tunduk dan patuh kepada-Mu dalam segala keadaan. Ya Rabb, aku memohon dengan permohonan orang yang berat keperluannya. Amin.
Wahai Dzat yang Maha Pemurah dengan pemberian-pemberian, wahai pemberi bantuan dan pertolongan. Anugrahkanlah Shalawat serta rahmat-Mu kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, ciptaan-Mu yang paling luhur budinya, ampunilah dosa-dosa kami di malam ini, wahai dzat yang Maha luhur terimalah munajat kami. Amin.
Ya Allah, Maha besar kuasa-Mu, Maha Tinggi kedudukan-Mu, selalu tersembunyi rencana-Mu. Ampunilah dosa-dosaku yang menahan do’a. Ampunilah dosa-dosaku yang mendatangkan bencana. Aduhai Dzat yang memiliki langit dan bumi serta isinya, Aku memohon kepada-Mu melalui kemuliaan-Mu jangan Engkau tolak doaku. Amin
Aduhai sembahanku, kini aku mengahadap-Mu, memohon ampun dan berserah diri dengan rendah hati mengakui segala kenistaan. Tiada tepat berlindung untuk menyelesaikan masalahku, kecuali Engkau menerima pengakuan masalahku. Ya Allah, terimalah pengakuanku ini, kasihanilah aku yang menanggung beratnya kepedihan. Amin
Aduhai Tuhan pemberi karunia, Engkau tahu aku sangat lemah untuk menanggung beban siksa dunia meski hanya sedikit, meskipun semua bencana dan kejelekan dunia teramat singkat masanya. Serta teramat berat bagi orang yang menanggunnya, semua itu tidak terjadi kecuali karena murka-Mu. Ya Rabb dengan merendah aku memohon ampunan. Amin.

Penyejuk Hati 3

Ya Allah, jadikanlah pendengaran kami, pandangan dan kekuatan kami menyenangi jalan petunjuk-Mu dan jadikanlah hawa nafsu kami patuh pada ajaran yang dibawa oleh kekasih-Mu Muhammad SAW, Ya Allah berilah kami kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Amin.
Ya Allah hapuskanlah segala dosaku, dosaku bagaikan pasir hingga tak mampu menghitungnya, Ya Rabb jauhkanlah kami dari selang sengketa, fitnah dan duri durjana, Engkaulah Ya Rabb Maha mengetahui tentang kelemahan hamba-Nya. Sebab itu Ya Rabb kuatkan imanku agar tidak mudah berbuat maksiat. Amin.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu keselamatan dalam menjalankan agama, sehat bandannya, bertambah ilmunya, berkah rizkinya, sempat bertaubat sebelum mati, mendapat rahmat ketika mati, mendapat ampunan sesudah mati, Ya Rabb hanya engkaulah tempat hamba memohon, selamatkan keluarga kami yang saat ini sedang dalam menanti kesembuhan atas kehendak-Mu. Amin.
Kami bertawasul denganmu kepada Allah dan memohon syafaatmu kepada Allah dan mengharap denganmu kepada Allah Wahai Rasulullah SAW. Dipundak kami terpikul hutang-hutang dan tanggung jawab anak keturunan dan tiada yang memadai beban tersebut, melainkan harapan dan anugrah Allah, Engkau Maha pembri kepada yang meminta, Engkau Maha mengabulkan segala permohonan. Amin.
Ya Rabb, kami memohon kepada-Mu agar mensucikan hati-hati kami dari kotoran dengki dan iri hati, kecenderungan kepada keburukan dan nista, penyakit dendam dan benci, serta tanamkanlah rasa cinta dan kasih sayang ke dalam hati kami, penuhilah dengan kebaikan dan anugrah, serta segerakanlah dengan perasan belas kasihan. Amin
Ya Allah jika imanku kemasukan syakwasangka atau keraguan, padahal aku tidak tahu mengapa demikian ataupun memang aku mengetahuinya, maka dengan ini aku beratubat dan menyerahkan diri kepada-Mu sambil mengucap La ilaha Illallah Muhammadur Rasululah Shallallahu ‘Alayhi Wasallam. Amin.

Penyejuk Hati 2

Ya Allah, ditempat ini aku bertaubat kepada-Mu dari dosa kecil dan dosa besar, dari kesalahan yang tampak dan yang tersembunyi, dari tergelinciran yang lama dan yang baru, dengan tobatnya orang yang tidak menghendaki lagi melakukan kemaksiatan dan tidak berniat kembali kepada kedurhakaan, Ya Rabb hanya Engkaulah Maha Pengampun. Amin.
Ya Raab, saya tidak ragu atas rahmat-Mu, engkaulah pelindungku di dunia dan akhirat, wafatkanlah aku Ya Raab dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang sholeh.
Ya Allah, karuniakanlah keikhlasan dalam jiwa kami. Jadikanlah kami hamba-Mu yang senantiasa peduli dengan hamba yang lainnya. Ya Allah bantulah kami, untuk mendekati-Mu dengan amal-amal yang suci. Amal yang membersihkan kami dari dosa dan menjaga kami dari mengulangi celaka. Amin.
Ya Allah, limpahkanlah malam-malam barakah kepada hamba-hamba-Mu ini. Malam dimana hamba-Mu senantiasa bersujud kepada-Mu, malam dimana hamba-Mu dengan khusyu’ menghadap-Mu dengan penuh linangan air mata berharap ampunan dan ridho-Mu, sementara banyak hamba-hamba-Mu yang lain sedang terbuai mimpi dalam tidur mereka. Amin.
Ya Allah, berikan aku ilham untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan agar dapat beramal sholeh yang engkau ridhoi, jadikanlah ketrunanku orang-orang yang sholeh. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Amin.
Ya Allah, jadikanlah aku dan keturunanku orang-orang yang mendirikan sholat, Ya Allah kabulkanlah do’aku, kasihi kesendirianku dihadapan-Mu. Gemetar hatiku karena gentar kepada-Mu. Goncangan tubuhku karena takut kepada-Mu. Dosa-dosaku wahai Tuhanku, telah membawa kepada tempat kehinaan dihadapan-Mu. Amin.

Penyejuk Hati

Ya Allah, ampunilah kami, orang tua kami, anak-anak kami, guru-guru kami, saudara-saudara seagama, sahabat-sahabat kami, orang-orang yang mencintai kami karena Engkau, orang-orang yang berbuat baik kepada kami dan bagi kaum muslimin muslimat, mukminin dan mukminat, wahai Tuhan penguasa alam semesta. Sesungguhnya Engkau Maha mendengar doa. Amin
Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memelihara wajah kami dari sujud kecuali kepada-Mu, Ya Allah peliharalah wajah kami dengan kemudahan rezeki dan jangan Engkau merendahkan kami dengan kesempitan rezeki-Mu. Maka peliharalah diri kami dari meminta-minta hajat kami kecuali kepada-Mu dengan kemurahan dan kaunia-Mu. Wahai dzat yang paling penyayang. Amin
Wahai Dzat Yang Maha Hidup, Wahai Dzat yang terus menerus mengurus makhluk-Nya, dengan rahmat-Mu kami mohon pertolongan, terimalah doa kami, Wahai Tuhan Kekalian Alam. Amin
Ya Allah, peliharalah kami dari musibah yang Engkau turunkan, berikanlah kami nikmat-nikmat-Mu dan jadikanlah kami hamba-hamba yang mendapatkan kebaikan, bukan hamba-hamba yang mendapat ujian, dengan rahmat-Mu, Wahai yang paling penyayang diantara yang penyayang. Anugerahkan kepada kami kesehatan lahir dan bathin. Amin
Wahai Yang Maha Lembut, Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Menerima tobat lahi Maha Penyayang.Amin
Ya Allah, yang melepaskan kesulitan, yang menghilangkan kesedihan, yang memenuhi permohonan orang-orang yang dalam keadaan terpaksa, Yang Maha Pengasih dan Penyayang di dunia dan akhirat. Amin

Jumat, 26 Juni 2009

Ma'rifatullah

MA’RIFATULLAH PUNCAK AQIDAH ISLAM
Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy (berasal dari Allah) yang bersih dari pengaruh penyimpangan dan subyektifitas manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini:
- Al Wudhuh wa al Basathah ( jelas dan ringan) tidak ada kerancuan di dalamnya seperti yang terjadi pada konsep Trinitas dsb.- Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dan fitrah manusia. Firman Allah : “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah..” (QS. 30:30).- Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun. Firman Allah :”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?“ (QS. 42:21).- Dibangun di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan seperti yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu menegakkan : “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (QS 2:111).- Al Wasthiyyah (moderat) tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah seperti yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Aqidah Islam menolak fanatisme buta seperti yang terjadi dalam slogan jahiliyah “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka” (QS. 43:22).
PENGERTIAN MA’RIFATULLAH
Ma’rifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.
Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.
CIRI-CIRI DALAM MA’RIFATULLAH
Seseorang dianggap ma’rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali:- asma’ (nama) Allah- sifat Allah dan- af’al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.
Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan :- sikap shidq (benar) dalam ber -mu’amalah (bekerja) dengan Allah,- ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,- pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT- sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya- berda’wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya- membersihkan da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.
Figur teladan dalam ma’rifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi : “Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya”. HR Al Bukahriy dan Muslim.
Hadits ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.
Tingkatan berikutnya, setelah Nabi adalah ulama amilun ( ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. 35:28).
Orang yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin shalat, pada saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarkat, dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia menjauhinya.
Ada sebagian ulama yang mengatakan : “Duduk di sisi orang yang mengenali Allah akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal, yaitu : dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlash, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari sombong menjadi tawadhu’ (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat”.
URGENSI MA’RIFATULLAH
Ma’rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia selanjutnya. Karena ma’rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Ketiadaan ma’rifatullah membuat banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain (binatang ternak). (QS.47:12).
Ma’rifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah (spiritual) manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang antara bersyukur dan bersabar.
Sabda Nabi : Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi karunia ia bersyukur” (HR.Muslim)
Orang yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.
Dari Ma’rifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.
Dari Ma’rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh.
Dari Ma’rifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan kehidupan akherat.
SARANA MA’RIFATULLAH
Sarana yang mengantarkan seseorang pada ma’rifatullah adalah :
1. Akal sehat
Akal sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk (ciptaan) terhadap pengenalan al Khaliq (pencipta) seperti firman Allah : Katakanlah “ Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS 10:101 atau QS 3: 190-191).
Sabda Nabi : “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu” HR. Abu Nu’aim
2. Para Rasul
Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya tentang ma’rifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..” QS. 57:25
3. Asma dan Sifat Allah
Mengenali asma (nama) dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Cara inilah yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Dengan asma dan sifat ini terbuka jendela bagi manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi. Asma dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah. Firman Allah:
“Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asma’ al husna (nama-nama yang terbaik) (QS. 17:110).
Asma’ al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam berdoa. Firman Allah :
“Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al husna itu…” (QS. 7:180).
Inilah sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali Allah SWT (ma’rifatullah). Dan ma’rifatullah ini tidak akan realistis sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu : tauhid rububiyyah, tauhid asma dan sifat. Kedua tauhid ini sering disebut dengan tauhid al ma’rifah wa al itsbat (mengenal dan menetapkan) kemudian tauhid yang ketiga yaitu tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilakukan.
AHAMMIAH MA’RIFATULLAH
Ma’rifatullah atau mengenal Allah adalah subjek utama yang mesti disempurnakan oleh seorang muslim. Para mad’u yang diajak untuk terlibat sama di dalam dakwah mestilah dipastikan betul mereka memiliki kefahaman dan pengenalan yang sahih terhadap Allah s.w.t. Mesti terpacak kukuh di dalam hati sanubari bahawa Allah adalah sebagai “Rabb” kepada sekelian alam. Keyakinan ini tentu sekali bersandarkan kepada berbagai dalil dan bukti yang kukuh. Dari keyakinan ini, akan membuahkan peningkatan iman dan taqwa. Personaliti merdeka dan bebas adalah yang lahir dari pengenalan yang mantap terhadap Allah. Juga akan lahir ketenangan, keberkatan dan kehidupan yang baik sebagai manifestasi dari mengenali Allah. Di akhirat akan dikurniakan pula dengan balasan syurga Allah. Semua ini adalah bergaris penamat di keredhaan Allah s.w.t.
Hasyiah
1. Kepentingan ilmu ma’rifatullah
Syarah:
· Riwayat ada menyatakan bahawa perkara pertama yang mesti dilaksanakan dalam agama adalah mengenal Allah (awwaluddin ma’rifatullah) . Bermula dengan mengenal Allah,maka kita akan mengenali diri kita sendiri. Siapakah kita, dimanakah kedudukan kita berbanding makhluk-makhluk yang lain, apakah sama misi hidup kita dengan binatang-binatang yang ada di bumi ini, apakah tanggungjawab kita dan kemanakah kesudahan hidup kita. Semua persoalan itu akan terjawab secara tepat setelah kita mengenali betul-betul Allah sebagai Rabb dan Ilah. Yang Mencipta, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan dan seterusnya.
Dalil:
· 47:19. Ayat ini mengarahkan kepada kita dengan bahasa (ketahuilah olehmu) bahawasanya tidak ada ilah selain Allah dan minta ampunlah untuk dosamu dan untuk mukminin dan mukminat. Apabila al-Quran menggunakan sighah amar (perintah) maka ia menjadi wajib menyambut perintah tersebut. Dalam konteks ini mengetahui atau mengenali Allah (ma’rifatullah ) adalah wajib.
· 3:18: Allah menyatakan bahawa tidak ada tuhan melainkan Dia, dan telah mengakui pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu sedang Allah berdiri dengan keadilan. Tidak ada tuhan melainkan Dia Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.
· 22:72-73: Allah telah menjanjikan kepada mereka yang mengingkari ayat-ayat Allah samada ayat qauliah atau kauniah dengan api neraka. Janji ini Allah turunkan di dalam surah al-Hajj ayat 72-73: Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang kamu dapati pada muka-muka orang kafir kemarahan. Hampir-hampir mereka menendang orang-orang yang membacakan kepada mereka ayat-ayat kami. Katakanlah kepada mereka : Hendakkah aku khabarkan kepada kamu dengan yang lebih buruk daripada itu , iaitulah neraka yang telah dijanjikan oleh Allah kepada mereka yang kufur dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Wahai manusia, dibawakan satu permisalan maka hendaklah kamu dengar ! Sesunggguhnya orang-orang (berhala-berhala) yang engkau sembah selain Allah tidak akan mampu mencipta seekor nyamuk sekalipun seluruh mereka berkumpul untuk tujuan itu. Dan jika mereka dihinggapi oleh seekor lalat, mereka tidak mampu untuk menyelamatkan diri. Lemahlah orang yang menuntut dan orang yang dituntut (sembah).
· Oleh yang demikian ma’rifatullah menerusi ayat-ayatNya adalah suatu kepentingan utama perlu dilaksanakan agar terselamat dari api neraka.
· 39:67 : Mereka tidak mentaqdirkan Allah dengan ukuran yang sebenarnya sedangkan keseluruhan bumi berada di dalam genggaman-Nya pada Hari Kiamat dan langit-langit dilipatkan dengan Kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka sekutukan.
· Orang-orang kafir tidak mentaqdirkan Allah dengan taqdir yang sebenarnya kerana mereka tidak betul-betul ma’rifatullah. Ayat ini menarik kita agar tidak salah taqdir terhadap hakikat ketuhanan Allah yang sebenarnya. Oleh itu memerlukan ma’rifatullah yang sahih dan tepat.
2. Tema perbicaraan ma’rifatullah - Allah Rabbul Alamin
Syarah:
· Ketika kita membicarakan tentang ma’rifatullah, bermakna kita berbicara tentang Rabb, Malik dan Ilah kita. Rabb yang kita fahami dari istilah al-Quran adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa. Manakala Ilah pula mengandungi erti yang dicintai, yang ditakuti dan juga sebagai sumber pengharapan. Kita boleh lihat hal ini di dalam surah An-Naas : 1-3. Inilah tema di dalam ma’rifatullah. Jika kita menguasai dan menghayati keseluruhan tema ini, bermakna kita telah mampu menghayati makna ketuhanan yang sebenarnya.
Dalil:
· 13:16 : Katakanlah: Siapakah Rabb segala langit dan bumi ? Katakanlah : Allah. Katakanlah: Adakah kamu mengambil wali selain daripada-Nya, yang tiada manafaat kepada dirinya dan tidak pula dapat memberikan mudarat ? Katakanlah: Adakah bersamaan orang yang buta dengan orang yang melihat ? Bahkan adakah bersamaan gelap dengan Nur (cahaya)? Bahkan adakah mereka mengadakan bagi Allah sekutu-sekutu yang menjadikan sebagaimana Allah menjadikan, lalu serupa makhluk atas mereka ? Katakanlah : Allah Allah yang menciptakan tiap-tiap sesuatu dan Dia Esa lagi Maha Kuasa.
· 6:12: Katakanlah : Bagi siapakah apa-apa yang dilangit dan dibumi ? Katakanlah: Bagi Allah. Dia telah menetapkan ke atas diri-Nya akan memberikan rahmat. Demi sesungguhnya Dia akan menghimpunkan kamu pada Hari Kiamat, yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang merugikan diri mereka, maka mereka tidak beriman.
· 6:19: Katakanlah : Apakah saksi yang paling besar ? Katakanlah: Allah-lah saksi di antara aku dan kamu . Diwahyukan kepadaku al-Quran ini untuk aku memberikan amaran kepada engkau dan sesiapa yang sampai kepadanya al-Quran. Adakah engkau menyaksikan bahawa bersama Allah ada tuhan-tuhan yang lain ? Katakanlah: Aku tidak menyaksikan demikian. Katakanlah: hanya Dialah tuhan yang satu dan aku bersih dari apa yang kamu sekutukan.
· 27:59: Katakanlah: Segala puji-pujian itu adalah hanya untuk Allah dan salam sejahtera ke atas hamba-hambanya yang dipilih. Adakah Allah yang paling baik ataukah apa yang mereka sekutukan.
· 24:35: Allah memberi cahaya kepada seluruh langit dan bumi
· 2:255 Allah. Tidak ada tuhan melainkan Dia. Dia Hidup dan Berdiri Menguasai seluruh isi bumi dan langit.
3. Didukung dengan dalil yang kuat:, 75: 14-15
Syarah:
· Ma’rifatullah yang sahih dan tepat itu mestilah bersandarkan dalil-dalil dan bukti-bukti kuat yang telah siap disediakan oleh Allah untuk manusia dalam berbagai bentuk agar manusia berfikir dan membuat penilaian . Oleh kerana itu banyak fenomena alam yang disentuh oleh al-Quran diakhirkan dengan persoalan tidakkah kamu berfikir, tidakkah kamu melihat, tidakkah kamu mendengar dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan itu boleh mendudukkan kita pada satu pandangan yang konkrit betapa semua alam cakerawala ini adalah di bawah milik dan pentadbiran Allah s.w.t.
Dalil:
· Naqli - 6:19: Allah menurunkan al-Quran kepada Rasul sebagai bahan peringatan untuk manusiaAqli - 3:190: Kejadian langit, bumi dan pertukaran siang malam menjadi bukti bagi orang yang berfikirFitri - 7:172 : Pertanyaan Allah kepada anak adam di alam fitrah, bukan Aku tuhanmu ? Lalu diakuri
4. Dapat menghasilkan : peningkatan iman dan taqwa
Syarah:
· Apabila kita betul-betul mengenal Allah menerusi dalil-dalil yang kuat dan kukuh, hubungan kita dengan Allah menjadi lebih akrab. Apabila kita hampir dengan Allah, Allah lebih lagi hampir kepada kita. Setiap ayat Allah samada dalam bentuk qauliah mahupun kauniah tetap akan menjadi bahan berfikir kepada kita dan penambah keimanan serta ketakwaan. Dari sini akan menatijahkan personaliti hamba yang merdeka, tenang, penuh keberkatan dan kehidupan yang baik. Tentunya tempat abadi baginya adalah syurga yang telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba yang telah diredhaiNya.
5. Kemerdekaan
· 6:82 : Orang-orang yang beriman dan tidak memcampurkan keimanannya dengan kezaliman, untuk merekalah keamanan sedang mereka itu mendapat petunjuk.
6. Ketenangan
· 13:28 : Orang-orang yang beriman dan tenteram hatinya dengan mengingati Allah. Ingatlah (bahawa dengan mengingati Allah itu, tenteramlah segala hati.
7. Barakah
· 7:96: Kalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, nescaya kami tumpahkan kepada mereka keberkatan dari langit dan bumi tetapi mereka itu mendustakan sebab itu Kami siksa mereka dengan sebab usahanya itu.
8. Kehidupan yang baik
· 16:97: Sesiapa yang melakukan kebaikan baik lelaki mahupun perempuan sedang dia beriman nescaya Kami siapkan dia dengan kehidupan yang baik
9. Syurga
· 10:25-26: Mereka yang melakukan kebaikan akan mendapat kebaikan dan tambahan dari Allah dan mereka akan menjadi penduduk tetap syurga Allah.
10. Mardhotillah:
98:8: Balasan untuk mereka di sisi tuhannya ialah syurga Adne yang mengalir sungai dibawahnya sedang mereka kekal selama-lama di dalamnya . Allah redha kepada mereka dan mereka redha kepada Allah. Syurga itu untuk orang-orang yang takut kepada Allah.
MA’RIFATULLAH
Mungkin ada dikalangan kita yang bertanya kenapa pada saat ini kita masih perlu berbicara tentang Allah pada hal kita sudah sering mendengar dan menyebut nama-Nya dan kita tahu bahawa Allah itu Tuhan kita. Tidakkah itu sudah cukup untuk kita ?Saudaraku, jangan sekali kita merasa sudah cukup dengan pemahaman dan pengenalan kita terhadap Allah kerana semakin kita memahami dan mengenali-Nya kita merasa semakin hampir dengan-Nya. Kita juga mahu agar terhindar dari pemahaman-pemahaman yang keliru terhadap Allah dan terhindar juga dari sikap-sikap yang salah dari kita terhadap Allah .Ketika kita membicarakan tentang ma’rifatullah, bermakna kita berbicara tentang Rabb, Malik dan Ilah kita. Rabb yang kita fahami dari istilah al-Quran adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa. Manakala Ilah pula mengandungi erti yang dicintai, yang ditakuti dan juga sebagai sumber pengharapan. Kita boleh lihat hal ini di dalam surah An-Naas : 1-3.Dengan demikian maka jelaslah bahawa usaha kita untuk lebih jauh memahami dan mengenal Allah adalah merupakan bahagian terpenting di dalam hidup ini. Bagaimanakah jalan atau metod yang harus kita lalui untuk mengenal Allah s.w.t. dan apakah halangan-halangan yang sentiasa menghantui manusia daripada mengenal dan berdampingan dengan-Nya ? Mungkin boleh kita merujuk kepada satu riwayat yang bermaksud: “Kenalilah dirimu nescaya engkau akan mengenali Tuhanmu” . Dari pengenalan diri sendiri , maka ia akan membawa kepada pengenalan (ma’rifah) yang menciptakan diri iaitu Allah. Ini adalah kerana pada hakikatnya ma’rifah kepada Allah adalah sebenar-benar ma’rifah dan merupakan asas segala kehidupan rohani.Setelah ma’rifah kepada Allah, akan membawa kita kepada ma’rifah kepada Nabi dan Rasul, ma’rifah kepada Alam nyata dan alam ghaib dan ma’rifah kepada alam akhirat.Keyakinan terhadap Allah s.w.t menjadi mantap apabila kita mempunyai dalil-dalil dan bukti yang jelas tentang kewujudan Allah lantas melahirkan pengesaan dalam mentauhidkan Allah secara mutlak. Pengabdian diri kita hanya semata-mata kepada Allah sahaja. Ini memberi erti kita menolak dan berusaha menghindarkan diri dari bahaya-bahaya disebabkan oleh syirik kepada-Nya.Kita harus berusaha menempatkan kehidupan kita di bawah bayangan tauhid dengan cara kita memahami ruang perbahasan dalam tauhid dengan benar tanpa penyelewengan sesuai dengan manhaj salafussoleh. Kita juga harus memahami empat bentuk tauhidullah yang menjadi misi ajaran Islam di dalam al-Quran mahupun sunnah iaitu tauhid asma-wa-sifat, tauhid rububiah, tauhid mulkiah dan tauhid uluhiah. Dengan pemahaman ini kita akan termotivasi untuk melaksanakan sikap-sikap yang menjadi tuntutan utama dari setiap empat tauhid tersebut.Kehidupan paling tenang adalah kehidupan yang bersandar terus kecintaannya kepada yang Maha Pengasih. Oleh kerana itu kita harus mampu membezakan di antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada selain-Nya serta menjadikan cinta kepada Allah mengatasi segala-galanya. Apa yang menjadi tuntutan kepada kita ialah kita menyedari pentingnya melandasi seluruh aktiviti hidup dengan kecintaan kepada Allah , Rasul dan perjuangan secara minhaji.Di dalam memahami dan mengenal Allah ini, kita seharusnya memahami bahawasanya Allah adalah merupakan sebagai sumber ilmu dan pengetahuan. Ilmu-ilmu yang Allah berikan itu adalah menerusi dua jalan yang membentuk dua fungsi iaitu sebagai pedoman hidup dan juga sebagai sarana hidup. Kitab juga sepatutnya menyedari kepentingan kedua bentuk ilmu Allah dalam pengabdian kepada Allah untuk mencapai tahap taqwa yang lebih cemerlang.
MANISNYA IMAN
Sumayah, seorang shahabiyah didera dengan siksa yang keras oleh orang quraish. Semakin keras siksa yang diberikan padanya, semakin kokoh pertahanannya untuk tetap teguh berada di jalan Allah.
Asma binti AbuBakar.Beliau berperan besar dalam hijrahnya Rasulullah. Asma yang memasok makanan kepada Rasulullah yang berangkat malam dan harus kembali sebelum orang-orang quraish bangun, meskipun beliau sedang hamil tua. Suatu tugas yang tidak mudah dan penuh dengan mara bahaya, namun dapat dilakukannya dengan baik.
Mus’ab Bin Umair. Seorang pemuda idaman saat itu dan bila ia lewat, dari jauh sudah tercium bau parfumnya. Ia rela meninggalkan segala fasilitas yang penuh kenikmatan dari orang tuannya hanya untuk memeluk agama islam walaupun ibu yang sangat ia cintai dan hormatinya mogok makan karena ia memeluk Islam.
Apa yang sebenarnya menyebabkan mereka mempunyai keteguhan seperti itu? . Faktor-faktor apa yang mereka punyai?. Bila dilihat benang merahnya adalah karena mereka dapat merasakan betapa manisnya iman itu. Apapun yang terjadi, rintangan apapun yang ada dan siksaan macam apapun, hal itu tidak akan dapat menggoyahkan pendiriannya.
Sering kita dengar bahwa iman itu sebagai nikmat yang paling besar atau hidayah yang paling tinggi, paling berharga yang diberikan Allah pada kita (QS: 3:164).
Sebagai perumpamaan dapat dilihat bagaimana anak kecil yang berumur 2 tahun menemukan kalung berlian. Mungkin kalung itu akan dimainkan dan dicampurkan dengan tanah atau malah dipisah dari talinya. Hal ini terjadi karena mereka tidak tahu bahwa kalung berlian itu sesuatu yang berharga. Begitu juga dengan orang-orang yang tidak mengenal secara baik apa iman itu dan bagaimana harus memperlakukannya.
Apakah perasaan atau kemampuan merasakan iman itu sebagai suatu nikmat monopoli para ulama, sahabat, ustazd dsbnya ?.Jadi Bagaimanakah cara merasakannya.
Rasulullah sendiri telah memberikan resepnya pada kita semua dalam sebuah hadis yang isinya kurang lebih menyebutkan bahwa barang siapa yang memiliki 3 hal, dia akan merasakan manisnya iman. Tiga hal itu adalah:-menjadikan Allah dan RasulNya sebagai yang ia cintai melebihi yang lainnya-mencintai seseorang karena Allah-dan tidak suka/ingin kembali kepada kekafiran sebagaimana ia tidak suka dicampakkan ke dalam api neraka
Segala beban derita akan terasa ringan dikala mencintai Allah SWT. Hanya ridho Allah yang menjadi tujuannya, seperti yang dialami oleh para sahabat di atas untuk tetap teguh berada di jalan Allah.Para sahabatpun begitu sangat mencintai Rasulullah. Misalnya bagaimana Abu Bakar, yang badannya telah babak belur dan luka luka setelah dipukul oleh kaum Quraish pertanyaan yang muncul pertama kali setelah sadar apa yang terjadi adalah ?Bagaimana keadaan Rasulullah??. Abu Bakar sendiri tidak peduli dengan keadaan tubuhnya saat itu. Yang ia pikirkan hanya Rasullah karena Rasulullah ada disampingnya sebelum ia dipukul oleh kaum Quraish. Begitu besarnya cintanya pada Rasulullah. Wujud cinta kita pada Rasulullah yang dapat dilakukan adalah dengan menjalankan sunnahnya .
Dengan mencintai saudara seiman , iman juga akan terasa manis. Salah satu hadist yang memperlihatkan pentingnya mencintai orang lain adalah ? Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Kalian belum beriman sampai kalian saling mencintai, …….?. dstnya.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah manisnya iman dapat dirasakan dengan mencintai Allah dan RasulNya serta membenci apa-apa yang di benci Allah dan RasulNya.
Wallahualam .
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain, karena bagi lelaki ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bagi perempuan juga ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bermohonlah kepada Allah dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu(QS 4:32)
RESEP TSABAT
Pertarungan antara pendukung kebatilan dengan kebenaran tak kenal kata istirahat. Pertarungan ini bisa mengambil bentuk pertarungan fisik, pertarungan ideologi dan dapat pula berbentuk pertarungan informasi. Setiap Muslim sadar atau tidak, pasti terlibat pertarungan panjang tak berujung ini.
Salah satu sifat yang harus dimiliki “jundi” (prajurit) Muslim sebagai bekal dalam menerjuni pertarungan ini adalah “ats-tsabat” (keteguhan, ketegaran). Firman Allah Ta’ala:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian memerangi pasukan (musuh) maka berteguh-hatilah kalian dan berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya, agar kalian berbahagia.” (Q.S. Al Anfal:45).
Berdasarkan ayat di atas, “tsabat” memiliki posisi amat penting dalam daftar perbekalan yang harus dimiliki oleh orang yang sedang berjuang untuk memerdekakan umat manusia.
Oleh karena itu bagai seorang “jundi”, “tsabat” merupakan sifat “harakiyah” yang apabila ia kehilangan sifat tersebut, secara otomatis “kejundiannya” tercabut dari dirinya.
Sejarah mencatat, bagaimana perjuangan Islam yang gagal akibat adanya orang-orang yuang terlibat dalam perjuangan kehilangan sifat “tsabat”. Kekalahan (kalau kata ini tepat) yang dialami kaum Muslimin dalam Perang Uhud pun terjadi akibat adanya beberapa anggota pasukan pemanah yang tidak tsabat karena melihat “ghanimah” yang ditinggalkan musuh.
Tak dapat dipungkiri, untuk menangkal, menghadapi serta membalas kebrutalan jahiliyah yang ditopang berbagai kekuatan, umat Islam wajib memiliki kekuatan yang memadai dan seimbang dengan yang dimiliki musuh. Propaganda, “tabligh” atau “ta’lim” semata, tidak mungkin dapat menghancurkan benteng jahiliyah yang didukung kekuatan-kekuatan material, finansial, militer, politik disamping kekuatan propaganda dan informasi.
Umat Islam wajib memiliki kekuatan propaganda dan da’wah, sebagaimana ia wajib memiliki kekuatan finansial, politik dan militer.
Namun apalah artinya semua kekuatan itu tanpa adanya sikap mental yang prima. Segala faktor kekuatan eksternal itu akan menjadi tak berarti manakala tidak didahului dengan adanya kekuatan internal, berupa sikap dan sifat yang positif, diantaranya adalah “tsabat”.
FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG TSABAT
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan, mempertahankan atau meningkatkan sifat “tsabat” ketika terjun di belantara da’wah, tarbiyah dan jihad. Di antaranya:
1. Mengakrabi Al-Qur’an
Al-Qur’an Al-Karim adalah sumber utama bagi tumbuh dan meningkatnya “tsabat”, dalam jiwa seorang Muslim. Sebab Al-Qur’an merupakan tali penghubung yang amat kokoh antara seorang hamba dengan Rabb-nya.
Allah Ta’ala telah menegaskan bahwa Al-Qur’an mampu meneguhkan hati orang-orang yang mengimaninya. Firman-Nya:
“Katakanlah: Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur’an itu dari Rabb-mu dengan benar, untuk meneguhkan hati orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Q.S. An Nahl 102).
Ada beberapa hal yang menjadikan Al-Qur’an sumber “tsabat”:
Pertama, Al-Quran menanamkan keimanan dan mempertautkan hati seorang Muslim dengan Allah Ta’ala. Membaca dan mendengar ayat Al-Qur’an dengan penuh tadabbur dan penghayatan, mampu menghadirkan perasaan sedang berhadapan dengan Allah menerima segala pesan, nasihat, perintah, dan larangan-Nya. Hal ini akan menjadi bekal ketika ia mengarungi kehidupan dengan segala serba-serbinya.
Kedua, Al-Qur’an membekali seseorang dengan persepsi, konsepsi serta nilai-nilai yang dijamin kebenarannya, sehingga ia mampu menialai dan menimbang segala sesuatu dengan proporsional dan benar. Orang-orang yang memahami Al-Qur’an, pasti tahu bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara. Dengan demikian dia akan menyikapi dunia ini dengan cara yang wajar sesuai dengan kehendak penciptanya.
Ketiga, Al-Qur’an menjawab berbagai tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang kafir dan munafik atau musuh Islam lainnya, serta mematahkan logika mereka yang rancu. Sehingga sikap “tsabat” yang tumbuh didasari kejelasan dalil yang ada.
Dalam kaitan ini Rasulullah SAW bersabda”
“Perumpamaan orang-orang Mu’min yang membaca Al-Qur’an bagaikan buah utrujah, baunya harum dan rasanya juga ni’mat. Dan perumpamaan orang mu’min yang tidak suka membaca Al-Qur’an bagaikan buah korma, rasanya manis tapi tidak berbau harum.”(H.R. Muttafaq ‘alaih).
2. Tarbiyah yang kontinyu dan bertahap
Tarbiyah (pendidikan, pembinaan) yang dijalankan secara kontinyu dan bertahap dengan sasaran dan tujuan yang jelas merupakan faktor asasi bagi terwujudnya “tsabat”, dengan tarbiyah yang kontinyu (”istimrar”) seseorang akan belajar dan terbiasa memikul beban-beban da’wah. Dengan adanya sasaran-sasaran dan tujuan (”ghayah”) yang jelas, seseorang akan memahami sudah sejauh mana dia berjalan bersama Islam.
Keimanan yang mendalam, pemahaman Islam yang “syamil” (utuh) serta akhlaq yang tinggi yang didukung dengan semangat jihad yang tinggi, yang kesemuannya itu merupakan motor “tsabat”, tidak mungkin terwujud tanpa pola pembinaan atau da’wah yang serabutan.
3. Memahami watak jalan da’wah dan perjuangan
Jalan da’wah tak hanya penuh onak dan duri, akan tetapi lebih dari itu, di atas jalan da’wah ada ranjau, ada mesiu dan ada bom waktu. Ada mata-mata yang mengintai dan seribu satu macam penghalang. Jalan da’wah juga bukan jalan yang dapat diukur dengan umur seseorang atau satu generasi. Panjang jalan da’wah sepanjang jalan kehidupan manusia di muka bumi ini.
Orang yang tidak memahami watak jalan da’wah dengan segala rintangan, ujian dan tantangannya akan mudah “shock” ketika dihadapkan pada tantangan atau mengalami “futur” (kelesuan) ketika dibenturkan pada ujian. Firman Allah Ta’ala:
“Dan demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syetan dari (jenis) manusia dan dari (jenis) jin.”(Q.S. Al An’am:112)
4. Iltizam dengan syari’at Allah dan amal sholeh
Allah Ta’ala berfirman:
“Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan teguh itu (kalimat thayyibah) dalam kehidupan dunia dan di akhirat.” (Q.S. Ibrahim:27)
Orang yang malas melakukan amal sholeh dan senang hidup berleha-leha akan sulit bertahan tegar ketika gelombang fitnah menerpanya. Sebaliknya, orang yang rajin dan iltizam dengan syari’at Allah akan memiliki ketegaran dan keteguhan dalam menghadapi fitnah.
Oleh karena itu Rasulullah SAW dalam hidupnya senatiasa menjaga amal sholeh, dan amal yang paling beliau sukai adalah yang dilakukan secara kontinyu walaupun sedikit. Para sahabatnya pun jika melakukan pekerjaan, mereka menjaganya agar berjalan secara kontinyu. Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Barangsiapa yang memelihara shalat 12 rakaat (sunah rawatib) ia dijamin masuk surga.”(Sunan At-Tirmidzi)
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirman:
“Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah nafilah (sunnah) hingga Aku mencintainya.” (H.R. Bukhari )
5. Menghayati perjalanan hidup hamba-hamba Allah yang terdahulu
Teramat banyak pelajaran yang dapat membantu menumbuhkan “tsabat” yang dapat digali dari sejarah perjuangan hidup orang-orang sholeh yang telah kembali kepangkuan-Nya, mulai dari para nabi terutama Nabi Muhammad SAW, para sahabat Rasulullah SAW, para tabi’in dan sebagainya. Al-Qur’an sendiri menyebutkan banyak contoh ketegaran para utusan-Nya dalam menyebarkan risalah-Nya, dan Allah menegaskan di dalamnya:
“Dan Kami ceritakan kepadamu kisah-kisah setiap rasul agar dengannya Kami teguhkan hatimu, dan dalam surat itu telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Hud:120)
Di dalam Al-Qur’an digambarkan bagaimana para utusan Allah diburu, disiksa atau dibunuh oleh para penentangnya, namun demikian mereka tetap teguh dengan keimanannya. Rasulullah SAW sendiri mendapatkan perlakuan yang tidak berbeda dengan yang diterima oleh para pendahulunya, juga para sahabat.
Menyadari bahwa nenek moyang kita - Rasulullah SAW dan para sahabatnya merupakan umat yang besar, adalah kekayaan kita. Mengkaji dan menghayati setiap langkah gerakan generasi sahabat merupakan asset kebangkitan umat Islam. Membuka kembali lembaran-lembaran jihad dan perjuangan mereka dalam membangun Islam adalah modal perjuangan umat Islam yang tiada ternilai harganya.
6. Yakin bahwa masa depan di tangan Islam
Sunnatullah telah menentukan bahwa jika terjadi pertarungan antara yang iman dan kufur, antara yang haq dan bathil, yang akan keluar sebagai pemenang adalah iman dan al-Haq, betapapun besarnya kekuatan kebathilan itu.
Sejarah mencatat bahwa kemenangan-kemenangan yang diraih oleh umat Islam dalam perjuangannya menegakkan “kalimatullah” bukanlah karena kekuatan material yang dimiliki umat Islam lebih besar dari yang dimiliki lawan. Yang tercatat bahkan sebaliknya, umat Islam dari segi materi selalu dalam posisi yang lemah.
Perhitungan matematis manusia mengatakan, Muslimin generasi pertama berpeluang untuk dilumat habis oleh musyrikin Quraisy. Beberapa alasan bisa dikemukakan; persiapan yang kurang matang karena tidak ada rencana untuk memerangi pasukan bersenjata Quraisy, yang diburu adalah iring-iringan unta yang membawa barang dagangan, personil yang berjumlah kecil - satu berbanding tiga - dibandingkan dengan orang-orang kafir, serta perlengkapan yang apa adanya. Itu semua dianggap cukup menjadi alasan bagi kekalahan kaum Muslimin.
Namun perhitungan seperti itu hanya berlaku dalam pertempuran antara kebathilan melawan kesesatan. Dalam pertempuran seperti ini kekuatan benar-benar menjadi andalan utama.
Sunnatullah kemenangan iman atas kekafiran itu terus berlangsung dan berulang dalam sejarah pertarungan antara keduanya. Catatan terakhir yang kita baca (bahkan kita saksikan) dalam perjuangan kontemporer adalah perjuangan Afghanistan atas tentara komunis Rusia dan para bonekanya. Kemenangan ini sungguh spektakuler di luar perhitungan matematis manusia.
Inilah kebenaran janji-janji Allah Ta’ala Pengendali alam semesta:
“Dan mereka (orang-orang kafir) merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari. Maka perhatikanlah betapa sesungguhnya akibat makar mereka itu, bahwasanya Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya.” (Q.S. An-Naml 50-51)
Firman-Nya pula:
“Maka Kami beri kekuatan kepada orang-orang yang beriman (dalam mengalahkan)musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang yang menang.” (Q.S. As-Shaff:14)
Firman-Nya pula:
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).”(Q.S. Al Mu’min:51)
Keterlambatan kemenangan, boleh jadi membawa hikmah dan pelajaran. As-Syahid Sayyid Quthb dalam Dzilal-nya menyebutkan tidak kurang dari delapan hikmah/pelajaran yang bisa ditarik dari ditangguhkannya kemenangan oleh Allah (lihat Fii Dzilalil Qur’an, yang berkaitan dengan ayat 38 surat Al-Hajj).Beberapa di antaranya:
Pertama, boleh jadi karena bangunan umat Islam belum sempurna, masih banyak potensi dan kekuatan yang belum tergali. Sehingga andaipun ia mendapat kemenangan, umat Islam tidak akan mampu mempertahankannya.
Kedua, boleh jadi “thagut” yang sedang diperangi umat Islam berkedok Islam, sehingga sebagian besar umat Islam tertipu olehnya dan menjadi pembelanya.
Ketiga, boleh jadi dalam memperjuangkan Al-Haq, umat Islam masih memiliki tujuan-tujuan lain selain tegaknya kalimatullah. Sedangkan Allah menginginkan jihad itu murni bertujuan mencari ridla-Nya.
7. Merenungkan kenikmatan “jannah”, siksa neraka dan mengingat kematian
Jannah adalah tempat yang sarat dengan kenikmatan dan kegembiraan yang tidak dapat dibayangkan oleh manusia sekarang.
Jiwa manusia memiliki watak tidak senang berkorban atau bersusah payah dalam menghadapi cobaan, kecuali jika ia tahu ada imbalan yang dijanjikan. Dengan demikian segala kesulitan akan dirasakan ringan dan segala penderitaan akan dianggap sebagai cambuk untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Rasulullah SAW dalam memperteguh keimanan para sahabat r.a., juga mengingatkan mereka dengan kenikmatan jannah. Ketika Rasulullah SAW lewat kepada Yasir, istrinya dan Ammar yang sedang menanggung siksaan dari orang Quraisy gara-gara mereka beriman, beliau mengatakan, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, bersabarlah walai keluarga Yasir, tempat kalian nanti adalah surga.”
Sebaliknya, ketika kita ingat adzab akhirat demikian dahsyat dan pedihnya, kita akan segera sadar bahwa bencana apapun yang ditimpakan oleh manusia kepada kita ketika berjuang di jalan Allah, tidak seberapa dibandingkan dengan adzab Allah di neraka nanti.
Salah satu bentuk siksaan Allah yang digambarkan dalam Al-Qur’an:
“Setiap kali matang (hancur) kulit-kulit mereka (penghuni jahannam), Kami ganti dengan kulit-kulit yang baru, agar mereka merasakan siksaan.” (Q.S. An Nissa:56)
8. Dzikir dan Do’a
Di antara sifat-sifat para hamba Allah (’ibadur-rahman), senantiasa memohon kepada Allah agar diberi keteguhan (”tsabat”). Sebab upaya apapun yang dilakukan sebagai manusia, tidak akan mencapai apa yang dia inginkan bila tidak mendapat taufiq dari Allah Ta’ala.
Al-Qur’an menggambarkan bahwa orang-orang beriman selalu memanjatkan do’a:
“Ya Allah janganlah Engkau menjadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami.”(Q.S.Ali’Imran
Do’a yang dipanjatkan oleh orang-orang beriman yang menjadi tentara Thalut sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Ya Allah, karuniakanlah kepada kami kesabaran dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (Q.S. Al Baqarah 250)
Rasulullah SAW menjelaskan:
“Seluruh hati anak Adam terdapat di antara dua jari dari jemari Ar-Rahman (Allah Ta’ala) bagaikan satu hati, ia memalingkannya kemana saja yang ia kehendaki.” (H.R. Ahmad dan Muslim)
Oleh sebab itu amatlah wajar kalau Rasulullah SAW banyak memanjatkan do’a:“Ya Allah Yang membolak-balikkan hati (manusia), teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (H.R. At-Tirmidzi)
Demikianlah beberapa petunjuk yang dapat kita amalkan guna menumbuhkan “tsabat” di dalam jiwa. Akhirnya semua terpulang kepada kemauan tekad kita masing-masing. Wallahu waliyut taufiq wahua a’alm bish shawwab.
Catatan: Tulisan ini merupakan modifikasi dari buku “Wasaailuts Tsabat ‘alaa Diinillah”, karya Muhammad Shaleh Al Munajjid
Referensi: “Fii Dzilalil Qur’an”, oleh Asy-Syahid Sayyid Quth “Yang Berjatuhan Di Jalan Da’wah”, oleh Syeikh Fathiyakan“Komitmen Muslim Kepada Harakah Islamiyyah”, oleh Syeikh Fathiyakan.
TSABAT
Imam Syahid Hasan Al-Banna menyebutkan bahwa orang yang tsabat adalah orang yang senantiasa bekerja dan berjuang di jalan dakwah yang panjang sampai ia kembali kepada Allah dengan kemenangan, baik kemenangan dunia maupun mati syahid. (QS. Al-Ahzab: 23, Ali Imran: 200)
Sesungguhnya jalan dakwah yang kita tempuh adalah jalan yang panjang dan ditaburi dengan halangan dan rintangan, rayuan dan godaan. Karena itu, dakwah memerlukan orang-orang yang memiliki muwashafat ‘aliyah,yaitu orang-orang yang ikhlas dan itqan dalam bekerja, berjuang dan berkorban.(2:177)
Di antara tabiat dakwah, kita akan selalu berhadapan dengan musuh dakwah di setiap zaman. Di masa awal dakwah, Rasulullah dan sahabat berhadapan dengan kafir Quraisy. Di tengah perjalanan dakwah pertama, Rasulullah saw. dan sahabat berhadapan dengan Yahudi dan kafir Arab dan di akhir perjalanan dakwahnya menghadapi demikian pula. Para sahabat setelah Rasulullah saw. juga menghadapi musuh dakwah. Para salafus shalih juga menghadapi tantangan dan rintangan dalam menerapkan ajaran Islam.
Kita bisa melihat ketsabatan Rasulullah saw. ketika beliau mendapat tawaran menggiurkan untuk meninggalkan dakwah Islam, tentunya dengan beberapa imbalan. Imbalan kekuasaan atau kekayaan atau wanita. Tetapi dengan tegar beliau bahkan berkata sebagai ungkapan keyakinan penuh kepada Allah Taala.
Wallahi, ya ‘ammu lau wadha ‘us syamsa fii yamini wal qamara fii yasari ‘ala an atruka hadzal amra maa taraktuhu hatta yazh-harahullahu au ahluka dunahu.”Artinya: “Demi Allah, wahai pamanku, seandainya mereka meletakkan matahari di kananku dan rembulan di kiriku agar aku meninggalkan dakwah, niscaya aku tidak akan meninggalkan perkara ini (dakwah Islam) sebelum Allah memenangkannya atau semuanya akan binasa.”
Di Madinah Rasulullah saw. menjalin perjanjian dengan Yahudi, tetapi ketika mereka beberapa kali melanggar perjanjian tersebut, Rasulullah saw. memerangi mereka dan mengusir mereka dari kota Madinah. Rasulullah saw. tidak berfikir untuk mengadakan perjanjian ulang atau negosiasi ulang dengan Yahudi sebagaimana yang dilakukan oleh pemimpin otoritas Palestina sekarang yang selalu ditipu mentah-mentah berulang kali dengan perjanjian perdamaian dan perundingan damai dengan Zionis Yahudi, la’natullah ‘alaihim.
Khalifah Abu Bakar Siddiq r.a. ketika banyak muslimin Arab di sekitar Madinah murtad dari Islam menyatakan perang kepada mereka. (Ada dua kemurtadan yang terjadi pada masa Abu Bakar Siddiq. Pertama murtad Kamilah, keluar dari Islam. Kedua adalah murtad dari menunaikan kewajiban membayar zakat yang pemah mereka keluarkan ketika Rasulullah saw. masih hidup. Kedua jenis kemurtadan ini wajib diperangi oleh khalifah dan pemerintahan Islam).
Menurut ahli tarikh, tercatat sekitar 1200 orang peruang yang syahid dalam peperangan melawan orang-orang murtad. Tetapi kaum muslim in tidak menyesali apa yang mereka lakukan, meskipun mengorbankan nyawa yang tidak sedikit karena telah berhasil mencegah meluasnya gejala kemurtadan ini. Mereka telah menyuburkan dakwah ini dengan darah syuhada mereka. Betapa sikap tsabat mereka di jalan Islam bukan hanya menjadi simpanan amal mereka di akhirat, tetapi juga menjadi pelajaran dan contoh yang baik bagi umat Islam hingga akhir zaman.
Kita dapat saksikan juga peristiwa yang menimpa umat Islam pada masa khalifah AI-Mu’tashim Billah, yaitu fitnah atau cobaan “khalqul qur-an” (doktrin yang menyatakan bahwa Alquran adalah makhluk. Dengan fitnah ini banyak kaum muslimin terfitnah, artinya mereka mengikuti doktrin yang sesat ini, karena doktrin ini bertentangan dengan akidah Islam yang benar bahwa Alquran adalah kalamullah). Imam Ahmad bin Hambal tegar berdiri menghadapi cobaan tersebut dengan tegas mengatakan bahwa Alquran adalah kalamullah, bukan makhluk sebagaimana yang didoktrin oleh khalifah dan orang-orang yang berada di sekitar beliau, terutama Ibnu Abu Da-ud. Dengan tuduhan sesat dan menyesatkan kaum muslimin, Imam Ahmad bin Hambal menerima hukum penjara dan cambuk sebanyak 30 lebih (riwayat lain mengatakan 80 cambukan). Kalaulah bukan karena sikap tsabat Imam Ahmad bin Hambal, tentunya banyak urnat Islam yang sesat dan kafir karena mengakui bahwa Alquran adalah makhluk. Ketsabatan beliau telah menyelamatkan sebagian umat Islam dari kesesatan akidah.
Demikian juga kita masih bisa merasakan tegarnya sikap Imam Syahid Hasan AI-Banna, Syahid Sayyid Quthb dan para dai lainnya yang menolak segala bentuk kejahiliyahan dan kemungkaran yang dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa.
Ikhwati fillah….
Sekarang ini dakwah memasuki era di mana tantangan dan peluang sama-sama terbuka. Kebersamaan kita dengan dakwah juga membuat kita berada pada tantangan dan peluang yang sama. Kita dituntut untuk tsabat dalam kondisi apapun, senang maupun susah, lapang maupun sempit. Karena di sisi Allah-kita hanyalah seorang hamba yang dhaif pasti akan menemui-Nya.
Kita hendaknya tetap berada di jalan-Nya dengan kesyukuran ketika mendapat peluang dan kesempatan dari dakwah. Tetap di jalan-Nya dengan kesabaran ketika menghadapi rintangan dan cobaan dalam perjuangan dan dakwah. (QS. Al Baqarah: 214)
Jangankan diancam dengan kesusahan dan penderitaan, ditawari dengan kemegahan dan kekuasaanpun, tidak membuat Rasulullah saw. bergeming. Hal itu karena ketulusan dan keikhlasan Rasulullah saw. dalam berjuang yang tidak mengharap kekuasaan, jabatan, kekayaan dan kesenangan dunia. Kalaulah tujuan dakwah ini adalah kekuasaan, niscaya Rasulullah saw. sudah menerima tawaran kekuasaan dan jabatan dari kaum Quraisy.
Kalaulah kita berdakwah ini semata-mata hanya mengharapkan kekuasaan dan jabatan, maka ruh dan semangat perjuangan dakwah ini akan sirna ketika harapan dan cita-cita kekuasaan dan jabatan sudah diraih. Motif dakwah yang seperti itu tidak akan mampu bertahan di tiap kondisi. la mungkin bertahan dalam kondisi kesempitan, kesusahan dan penderitaan. Tetapi ketika mendapat peluang dan kesempatan, maka kerja dakwah akan ditinggalkan karena tujuan sudah diraih.
Betapa Umar bin Abdul Aziz ketika menjadi khalifah dapat menjadi suri teladan. Beliau tidak tergoda dengan gaya hidup para pejabat. Beliau bahkan mengadakan reformasi ke seluruh jajaran pejabat dengan memberantas KKN.
Ikhwah fillah!
Tsabat tidak mengenal waktu dan tempat, di mana pun dan kapan pun kita berada kita harus tetap mengusung misi dan visi dakwah, menyelamatkan umat manusia dengan mengajak mereka kembali kepada ajaran-Nya.
Karena itu dakwah tidak dibatasi oleh usia seseorang atau oleh usia kita. Kita tidak dituntut untuk melihat hasil baiknya ketika kita masih hidup. Mungkin anak cucu kita yang akan mengecap hasil perjuangan kita.Sikap tsabat dan keteguhan kita di jalan-Nya dapat menjadi inspirasi ijabi (positif) bagi-anak cucu kita. Kekeliruan dan kesalahan kita dalam dakwah ini bisa menjadi penyebab tertundanya tegaknya khilafah Islamiyah di dunia ini.
Ketidakhadiran, dan ketakterlibatan kita dalam setiap aksi yang dicanangkan dakwah bisa menjadi penyebab tertundanya hasil yang sudah ditargetkan. Marilah kita tingkatkan kedekatan kita kepada dakwah ini dan bermujahadahlah untuk tsabat di jalan dakwah. Semoga Allah menjaga kita dan rnarilah kita syukuri nikmat ukhuwatul ‘amal di jalan-Nya dengan menyiapkan diri menjadi. jundi, tentara dakwah di era apapun kita berada. Amiin.
MENGHIDUPKAN RUH IMAN
Terkadang kita sering berfikir, “Bagaimana yaaa?? untuk menjadi sukses atau mendapatkan kesuksesan?” pertanyaan seperti ini adalah hal yang wajar karena setiap orang mendambakan hal itu. Tetapi kita sering lupa untuk mencapai itu semua diperlukan sebuah bahan bakar, dan bahan bakar yang paling pas dan paling ampuh yang Alloh SWT anugerahkan kepada kita adalah “IMAN”.
Setiap pribadi muslim harus meyakini bahwa nilai iman akan terasa kelezatannya apabila secara nyata dimanifestasikan dalam bentuk amal sholeh atau tindakan kreatif dan prestatif. Iman merupakan energi batin yang memberi cahaya pelita untuk mewujudkan identitas dirinya sebagai bagian dari umat yang terbaik.
Oleh karena itu, Iman tidak cukup hanya diartikan “Percaya atau Yakin”, karena apabila kita berhenti pada pengertian ini, Iblis lebih percaya dan berpengalaman dari pada kita. Iblis pernah berdialog dengan Allah sekaligus menunjukkan pembangkangannya. Agar kita tidak sama dengan Iblis, kata iman harus kita maknai lebih jauh. Iman berarti menempatkan diri secara merdeka, membebaskan diri dari segala belenggu ikatan kecuali mengikat diri dengan penuh cinta kepada Alloh SWT. Hal ini akan menyebabkan keberpihakan kita hanya kepada Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.
Rasulullah SAW bersabda : “Yang dinamakan Iman itu adalah apabila kau meyakini didalam hati, menyatakannya dengan lidah dan melaksanakannya dengan perbuatan.” Kiranya perlu kita garis bawahi pada kalimat ucapan Rasulullah pada kalimat akhir yaitu : “melaksanakan dengan perbuatan” yang berarti ada gerakan aktif untuk mewujudkannya. Lebih dari itu, Alloh memberikan isyarat bahwa mereka hanya berkata “Aku beriman” , tetapi tidak konsekwen dalam perbuatannya termasuk kategori yang dimurkai Alloh. Iman merupakan tanda keberpihakan kepada Alloh dan Rasul-Nya. Keberpihakan itu dapat terlihat apabila diwujudkan dalam amal dan perbuatan iman dan amal bagaikan perbuatan iman dan amal bagaikan 2 sisi gelas yang diisi air, kalau gelas itu kita isi susu maka akan disebut segelas susu atau mungkin gelas tersebut kita isi dengan racun maka kita akan menyebutnya segelas racun tak peduli dari bahan apa gelas terbuat karena sebutan gelas itu tergantung pada isinya. Oleh karena itu iman adalah wadah yang akan menampung segala isinya yang sesuai. Jadi dapat kita garis bawahi, bahwa Iman adalah wadah, jasad adalah alat, perbuatan adalah isinya. Iman dan Islam bukan sekedar pengetahuan atau dalam bahasa asingnya knowledge. Kita tidak cukup kalau hanya sebatas “saya tahu-saya-saya tahu” atau I see, I see”. Anthony Robbins seorang trainer dan motivator, pernah menulis “You see in life, lots of people know what to do, but few people actually do what they know. Knowing is not enough! You must take action!”. (“Lihatlah, dalam kehidupan ini banyak orang yang tahu apa yang harus dikerjakan, tapi sedikit sekali yang mengerjakan apa yang dia tahu. Tahu saja tidak cukup! Anda harus berbuat!”) dengan kata lain, bahwa tidaklah sempurna Iman seseorang yang hanya meyakini dalam hati dan mengucapkan didalam perkataan, tetapi hampa dalam perbuatan. Pandai membuat pertanyaan tapi bodohnya dalam mewujudkannya dalam kenyataan.
Islam bukanlah sekedar seperangkat konsep normatif ideal, melainkan juga suatu bentuk praktek dari amal aktual, amal yang nyata. Dari akar kata iman kita mengenal kata Aman (damai dan tentram), sehingga seseorang seharusnya mampu mengaktualisasikan suasana damai dan selalu ingin pelita kedamaian. Ditangan orang beriman, sesuatu apapun tidak mungkin cacat atau rusak sehingga pantaslah orang tersebut diberi amanah karena dia sudah membuktikan dirinya sebagai Al-Amin (orang yang terpercaya) atau dapat diistilahkan credible.
Seorang pribadi muslim, sadar bahwa kehadiran dirinya dimuka bumi tidak lain hanya untuk mengabdi, sebagaimana Allah SWT berfirman “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”(Qs. Ad-Dzaariyaat:56) didalam ayat ini dinyatakan bahwa misi seorang pribadi muslim adalah sebagai pelayan Alloh. Apabila bekerja dan melayani itu adalah fitrah manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak mendayagunakan seluruh potensi dirinya untuk menyatakan keimanan dalam bentuk amal prestatif, sesungguhnya dia selalu melawan fitrah dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia sempurna, kemudian runtuh dalam kedudukan yang lebih hina dari binatang (Qs. Al-A’raaf: 172). Manusia hanya dapat memanusiakan dirinya dengan Iman, Ilmu dan Amal.
Amal hanya mungkin berkualitas bila dibarengi dengan ilmu dan ilmu yang baik adalah ilmu yang bermanfaat dan memberikan nilai kepada alam. Bila ilmu dan manfaat telah kita miliki, selanjutnya adalah usaha kita untuk selalu mencari arah, tujuan dan kesempatan. Seorang pribadi muslim harus banyak belajar dan membaca, dia harus pandai membaca tanda-tanda kekuasaan Alloh yang akan membawanya lebih mengenali siapa hakikat dirinya. Selain itu ada suatu kegemaran tersendiri untuk lebih banyak membaca buku-buku yang merupakan jendela informasi dunia. Dan juga menjadi suatu hal yang wajib bagi dirinya untuk terus membaca, mengkaji, merenungi dan mengamalkan Al-Qur’an. Kewajiban membaca ini telah Alloh tuangkan didalam firman-Nya “Bacalah dan Tuhamulah Yang Maha Pemurah, yang mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Qs. Al’Alaq: 1-5).
Jadi jelaslah bahwa sekarang untuk menjadi orang yang berprestasi dan sukses ada tiga kata kunci yaitu “Iman, Ilmu dan Amal”. Orang-orang yang memiliki 3 kata kunci tersebut akan menjadi orang-orang yang tangguh walau harus menerjang badai. Mereka tidak mengenal kata pesimis. Tidak pernah lelah. Bagi mereka waktu adalah lembaran kertas untuk menulis tinta karya dan kerja nyata. Dan ilmu adalah pelita hati yang akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Wallahu a’alam bishowab. May Allah bless You !!
ISTIQOMAH DIPERLUKAN DALAM SETIAP IBADAH
ISTIQAMAH secara umumnya bermaksud menumpukan komitmen untuk melaksanakan sesuatu perkara dengan penuh konsisten dan kesungguhan.
Istiqamah adalah sikap terpuji yang perlu diamalkan oleh setiap individu muslim. Ada beberapa faktor yang bisa menjaga sikap istiqamah dalam beribadah antaranya:
Pertama: Ilmu yang MantapKekuatan ilmu adalah perkara utama dalam menjana rasa istiqamah. Melalui ilmu akan menumbuhkan keyakinan serta keimanan yang kukuh.
Oleh itu, ilmu pengetahuan atau makrifah adalah perkara yang mesti dipelajari terlebih dahulu sebelum ibadah dapat dilakukan dengan sempurna.
Ini kerana tidak mungkin seseorang itu tertumpu kepada sesuatu yang tidak ia ketahui hakikatnya.
Perkaitan antara ibadah dan istiqamah telah diungkap oleh Allah dalam firman-Nya; “Dan supaya orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Quran itu adalah yang hak daripada Tuhan kamu, lalu mereka beriman dengan-Nya, sehingga tunduk taatlah hati mereka mematuhi-Nya.” (Surah al-Hajj: 54)
Kemantapan ilmu akan menjadikan nilai ibadah lebih bermakna. Kita juga akan memahami tujuan ibadah tersebut, bagaimana pelaksanaan yang sebenar serta lebih yakin tentang hikmah-hikmah yang terkandung di dalam setiap ibadah.
Ia juga mendorong seseorang muslim itu melakukan ibadah bukan sekadar ikut-ikutan tanpa memahami tuntutan sebenar ibadah tersebut.
Kedua: Bersahabat dengan orang-orang yang beristiqamahSahabat adalah cermin bagi seseorang dan ini dinyatakan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang bermaksud; “Orang mukmin laksana cermin bagi mukmin yang lain (untuk membetulkan diri),” (Hadis riwayat Abu Daud).
Orang-orang yang berjiwa istiqamah akan sentiasa berbuat kebajikan, nasihat-menasihati dan tidak mudah berputus asa serta sabar dalam melaksanakan ibadah.
Dr. Yusuf al-Qaradhawi menyatakan, bergaul dengan mereka yang beristiqamah merupakan suatu kebajikan, manakala meniru cara hidup mereka merupakan satu kejayaan.
Dalam hal ini, Rasulullah pernah bersabda iaitu; “Bandingan teman yang baik dan teman yang jahat bagaikan pembawa kasturi dan peniup dapur api. ”
“Pembawa kasturi sama ada dia memberikan kasturi kepada anda, ataupun anda akan membelinya atau sekurang-kurangnya anda mendapat bau wangi daripadanya. ”
“Sedangkan peniup dapur api, mungkin dia membakarkan pakaian anda atau anda mendapat bau busuk daripadanya.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).
Justeru, kita perlu berhati-hati dalam memilih sahabat. Implikasi bersahabat amat besar dalam mempengaruhi mentaliti dan moral kita.
Imam Syafie pernah berkata; “Apabila tidak aku temui sahabat-sahabat yang bertakwa, lebih baik aku hidup menyendiri, daripada aku harus bergaul dengan orang-orang yang jahat dan buruk akhlak.”
Ketiga: Menghayati sirah orang-orang yang beristiqamah Sirah atau sejarah hidup orang-orang yang beristiqamah wajar dibaca dan hidupkan di dalam diri kita.
Dengan cara ini, pengaruh positif mereka bakal meninggalkan kesan yang baik kepada seseorang untuk menimbulkan keazamannya dalam meneladani kehidupan mereka.
Sikap istiqamah mereka terpancar dari sudut keilmuan seperti kegigihan dalam menuntut serta menyampaikan ilmu dan menulis karya-karya ilmiah yang agung.
Selain itu, umat Islam perlu juga sentiasa menghayati ketahanan dayaistiqamah pejuang-pejuang terdahulu dalam jihad mereka menegakkan Islam serta ketabahan mereka ketika menghadapi kezaliman dan penganiayaan daripada musuh-musuh Allah.
Contohnya Imam Syafie pernah berkata; “Aku berjaga di tengah malam untuk menekuni ilmu, ia lebih nikmat bagiku berbanding lagu merdu dan harum wangian.”
“Goresan penaku di atas lembaran kertas terasa lebih indah berbanding khayalan. Bergelut dengan masalah keilmuan lebih mengasyikkan dibanding mendengar nyanyian seorang gadis. Aku berjaga setiap malam untuk belajar, pada saat insan lain lelap tidur.”
Keempat: Mujahadah melawan nafsuAntara faktor yang dapat membantu kita untuk mencapai sikap istiqamah ialah mujahadah iatu mengarahkan hati untuk berjuang melawan runtunan nafsu yang merangsang ke arah kejahatan.
Di samping itu, keinginan nafsu serta kehendak-kehendak duniawi wajarlah dibimbing sehingga ia menjurus ke arah kebaikan dan keikhlasan kerana Allah semata-mata.
Memang tidak dinafikan, mujahadah melawan hawa nafsu itu tidak mudah.Ia adalah suatu yang mencabar dan perlu ditempuhi bagi mereka inginkan jalan akhirat.
Segala kesulitan dalam bermujahadah melawan hawa nafsu adalah ujian yang perlu ditangani dengan bersungguh-sungguh, sabar serta tawakal kepada-Nya.
Allah menegaskan hal ini melalui firman-Nya yang bermaksud: “Maka sesungguhnya tiap-tiap kesukaran itu disertai kesenangan. Sesungguhnya tiap-tiap kesukaran disertai kesenangan.” (Surah al-Insyirah: 5-6)
Orang-orang yang berjihad melawan kehendak nafsu yang keji begitu dikasihi oleh Allah sehingga mereka dijanjikan dengan petunjuk-Nya.
Firman-Nya yang bermaksud: “Dan orang-orang yang berjihad pada jalan Kami, sesungguhnya akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Surah al-Ankabut)
Ayat tersebut dikategorikan sebagai makkiyah dan ia diturunkan sebelum perintah jihad secara ketenteraan berperang) disyariatkan.
Menurut Dr. Yusuf al-Qaradhawi, ini bermaksud bahawa ayat tersebut lebih tepat mengenai jihad-jihad yang lain yaitu seperti perjuangan melawan hawa nafsu.
Sabda Rasulullah yang bermaksud; `”Mujahid (orang yang berjihad) itu ialah mereka yang berjihad melawan hawa nafsunya kerana Allah.” (Hadis riwayat al-Tirmidzi dan Ahmad)
Kelima: Doa memohon pertolongan AllahUmat Islam perlu berdoa memohon pertolongan Allah dalam apa jua urusan hidup, sama ada di saat senang maupun di waktu ditimpa kesusahan.
Doa adalah senjata bagi orang mukmin dan dalam hal ini seorang ulama hadits, Imam Al-Syaukani menyatakan bahawa doa merupakan darjat ibadah paling tinggi dan mulia.
Justeru, umat Islam perlu menggunakan senjata rohaniah ini untuk memohon hidayah Allah supaya segala tuntutan syariat akan dapat direalisasikan secara istiqamah dan dengan penuh rasa keikhlasan.
Allah memerintahkan manusia supaya berdoa kepada-Nya dalam firman-Nyayang bermaksud; “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (beritahulah kepada mereka) bahawasanya Aku sentiasa hampir kepada mereka), Aku memperkenankan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka menyahut seruan-Ku (dengan mematuhi segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka sentiasa berada dalam petunjuk kebenaran.” (Surah al-Baqarah: 186)
Istiqamah merupakan keperluan asasi dalam segenap ibadah kerana ia adalah bukti ketaatan serta kecintaan sebagai seorang hamba kepada pencipta.
Meskipun ibadah yang kita lakukan itu kecil sahaja tetapi jika dilaksanakan secara istiqamah, maka ia lebih disukai oleh Allah berbanding ibadah yang besar tetapi tidak disertai dengan sikap istiqamah.
BILA KEMATIAN MENJEMPUT KITA
Tiap hari kita disuguhi informasi tentang berbagai kematian yang merenggut nyawa manusia di berbagai belahan bumi dengan sebab-sebab yang variatif. Kita mengetahui bahwa kematian pasti akan menghampiri setiap manusia, siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Kematian adalah sesuatu yang pasti akan menjemput manusia, namun secara umum pembicaraan tentang kematian bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Bahkan naluri manusia cenderung ingin hidup seribu tahun lagi. Ini tentu saja bukan hanya ucapan Khairil Anwar, tetapi Al-Qur’an melukiskan keinginan sekelompok manusia untuk hidup selama itu : ” Dan sungguh kamu akan mendapati mereka seloba-loba manusia kepada kehidupan ( di dunia ), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Dan Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan ” (QS Al Baqarah : 96 ).
Banyak faktor yang menyebabkan orang takut akan kematian. Ada orang yang takut mati karena ia tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian, mungkin juga karena merasa bahwa yang dimiliki sekarang lebih baik dari yang akan dihadapinya nanti. Ada juga karena membayangkan betapa sulit dan pedih pengalaman mati dan sesudah mati, mungkin karena khawatir memikirkan atau prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan atau karena tidak mengetahui makna hidup dan mati, dan lain sebagainya sehingga mereka merasa cemas dan takut menghadapi kematian. Dari sini lahir pandangan-pandangan optimistis dan pesimistis terhadap kematian dan kehidupan.
Manusia melalui nalar dan pengalamannya tidak mampu mengetahui hakikat kematian, karena itu kematian dinilai salah satu persoalan ghaib yang paling besar. Sekalipun demikian, setiap melihat bagaimana kematian merenggut nyawa yang hidup, terutama orang-orang yang paling dekat dan dicintainya, manusia semakin terdorong untuk mengetahui hakekatnya, atau paling tidak ketika itu akan terlintas dalam benaknya bahwa suatu ketika iapun akan mengalami kematian yang sama.
Manusia menyaksikan bagaimana kematian tidak memilih usia atau tempat, tidak pula menangguhkan kematiannya sampai terpenuhi semua keinginannya. Di kalangan sementara orang, kematian menimbulkan kecemasan, apalagi mereka yang memandang bahwa hidup hanya sekali yakni hanya di dunia saja. Sehingga tidak sedikit yang pada akhirnya menilai kehidupan ini sebagai siksaan, dan untuk menghindar dari siksaan itu mereka menganjurkan agar melupakan kematian dan sedapat mungkin menghindari segala kecemasan yang ditimbulkannya dengan jalan melakukan apa saja secara bebas tanpa kendali demi mewujudkan eksistensi manusia.
Tuntunan Islam
Islam sebagai tuntunan hidup manusia mengajarkan bahwa ada kehidupan sesudah kematian. Kematian adalah awal dari suatu prjalanan panjang dalam evolusi kehidupan manusia, dimana selanjutnya ia akan memperoleh kehidupan dengan segala macam kesenangan atau berbagai ragam siksaan dan kenistaan.Al-Qur’an menilai kematian sebagai musibah malapetaka. Tetapi agaknya istilah ini lebih banyak ditujukan kepada manusia yang durhaka, atau terhadap mereka yang ditinggal mati. Dalam arti bahwa kematian dapat merupakan musibah bagi orang-orang yang ditinggalkan sekaligus musibah bagi mereka yang mati tanpa membawa bekal yang cukup untuk hidup di negeri akherat.
Kematian juga dikemukakan oleh Al-Qur’an dalam konteks menguraikan nikmat- nikmat Allah kepada manusia. Dalam surat Al Baqarah ayat 28 Allah mempertanyakan kepada orang-orang kafir : “Bagaimana kamu mengingkari (Allah) sedangkan kamu tadinya mati kemudian dihidupkan (oleh-Nya) kemudian kamu dimatian dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kamu dikembalikan kepada-Nya”(QS Al Baqarah : 28).
Nikmat yang diakibatkan oleh kematian bukan saja dalam kehidupan ukhrawi nanti bagi orang-orang yang beriman kepadanya, tetapi juga dalam kehidupan dunia, karena tidak dapat dibayangkan bagaimana keadaan dunia kita yang terbatas arealnya ini, seandainya semua manusia hidup terus menerus tanpa mengalami kematian.Mengenai kehidupan setelah kematian, Muhammad Iqbal, seorang pemikir besar asal Pakistan, menegaskan bahwa mustahil sama sekali bagi makhluk manusia yang mengalami perkembangan jutaan tahun untuk dilemparkan begitu saja bagai barang yang tidak berharga. Tetapi itu baru dapat terlaksana apabila ia mampu menyucikan jiwanya secara terus menerus. Penyucian jiwa itu dengan jalan amal saleh. Bukankan Alqur’an menegaskan : “Maha Suci Allah yang di dalam genggaman kekuasaan-Nya seluruh kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapakah diantara kamu yang paling baik amalnya, dan sesungguhnya Dia Maha Mulia lagi Maha Pengampun ” (QS Al Mulk : 1).
Demikianlah terlihat bahwa kematian dalam pandangan Islam bukanlah sesuatu yang buruk, karena disamping mendorong manusia untuk meningkatkan pengabdiannya dalam kehidupan dunia ini, kematian juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki kebahagiaan abadi serta mendapatkan keadilan sejati. Namun sebaliknya, bagi sementara orang, kematian adalah suatu hal yang mengerikan dan menakutkan. Dua sikap yang berbeda itu muncul diakibatkan oleh perbedaan amal manusia yang diperankannya dalam kehidupan dunia ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw menjelaskan bahwa : “Seorang mukmin saat menjelang kematiannya akan ddatangi oleh malaikat sambil menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dilaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang disenanginya kecuali berteu dengan Tuhan (mati). Berbeda halnya dengan kafir yang juga diperlihatkan kepadanya apa yang bakal dihadapinya dan ketika itu tidak ada sesuatu yang lebih dibencinya dari pada bertemu dengan Tuhannya (mati) “.
Tingkatan Sikap Manusia
Kematian mempunyai peranan besar dalam memantapkan akidah serta menumbuhkembangkan semangat pengabdian kepada Allah SWT. Tanpa kematian, manusia tidak akan berpikir apa yang akan terjadi sesudah mati dan tidak akan mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Karenanya manusia dianjurkan untuk memperbanyak mengingat dan berpikir tentang kematian, Rasulullah saw bersabda : “Perbanyaklah pemutus segala kenikmatan duniawi (kematian) “.
Dalam mengingat kematian ini, Imam Al Ghazali membagi manusia kepada tiga tingkatan. Pertama : Al Munhamik, yaitu orang yang tenggelam dalam tipu daya dan hawa nafsu dunia. Ia tidak mengingat kematian dan enggan untuk diingatkan orang tentang kematian. Dan manakala diiingatkan justeru akan menjauhkannya dari Tuhannya.Orang seperti ini kurang mempersiapkan bekal untuk menghadapi kematian bahkan justru bergelimang dosa dan maksiat. Kedua : At Taib, yaitu orang yang selalu bertaubat memohon ampunan dari Allah. Iapun banyak mengingat kematian yang mendorongnya beramal dan mempersiapkan bekal. Kalaulah ia tidak menyukai kematian tidak lain karena khawatir bekal yang dipersiapkanya belum cukup sehingga dalam kondisi demikian ia takut menghadap Allah. Ketiga : Al ‘Arif, yaitu orang yang mengetahui posisi dirinya di hadapan Allah. Ia senantiasa mengingat kematian, bahkan ia selalu menanti saat kematian itu. Karena baginya kematian adalah momentum perjumpaan dengan Allah, Dzat yang selama ini dicintainya dan dirindukannya dan ia memiliki bekal dan persiapkan penuh untuk menghadapi kematian.
Dalam pandangan beberapa ulama, ingat akan kematian disamping meringankan beban petaka dan obsesi duniawi, juga akan mampu melembutkan hati manusia, dengan demikian ia akan memiliki sensitifitas terhadap nilai dan prilaku serta tindakan negatif dalam berbagai bentuknya. Kesombongan, pertengkaran, pertumpahan darah, ketidak adilan serta prilaku negatif lainnyaseringkali timbul akibat hilangnya kelembutan hati ini. Di sisi lain, ingat akan kematian akan merefleksikan nilai dan tindakan positif dimana manusia akan memaksimalkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mengisi hidupnya yang pendek dengan hal-hal positif baik untuk pribadi, masyarakat, bangsa dan agamanya.Sungguh, manakala manusia mengingat bahwa segala atribut dan gebyar-gebyar duniawi akan ditingalkannya, manakala kematian menjenguknya, tanah dan pasir menjadi tempat tidurnya, Munkar dan Nakir menjadi temannya, kuburan menjadi tempat tingalnya, hari kiamat menantinya dan surga atau neraka tempat kembalinya, maka ia tidak akan bisa melupakan kematian yanag akan datang tidak lama lagi, karena sesuatu yang pasti datang itu dianggap dekat: ” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan ” (QS Al Munafiqun: 11).
Barangkali sementara orang bisa melupakan kematiankarena sibuk dengan dunia yang menyelimutinya. Ia baru sadar akan kematian apabila kematian menimpa orang di sekelilingnya, terutama sanak keluarganya. Bahkan ia lupa untuk mempersiapkan bekal amal bagi kehidupan abadi sesudah kematian kecuali jika kematian menjemput dirinya. Karena itulah Rasulullah saw bersabda: “Orang pandai adalah orang yang mampu mengontrol dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian” Wallahu a’lam.-
BILA SELALU MENGINGAT MATI
Sehalus-halus kehinaan di sisi ALLOH adalah tercerabutnya kedekatan kita dari sisi-Nya. Hal ini biasanya ditandai dengan kualitas ibadah yang jauh dari meningkat, atau bahkan malah menurun. Tidak bertambah bagus ibadahnya, tidak bertambah pula ilmu yang dapat membuatnya takut kepada ALLOH, bahkan justru maksiat pun sudah mulai dilakukan, dan anehnya yang bersangkutan tidak merasa rugi. Inilah tanda-tanda akan tercerabutnya nikmat berdekatan bersama ALLOH Azza wa Jalla.
Pantaslah bila Imam Ibnu Athoillah pernah berujar, “Rontoknya iman ini akan terjadi pelan-pelan, terkikis-kikis sedikit demi sedikit sampai akhirnya tanpa terasa habis tandas tidak tersisa”. Demikianlah yang terjadi bagi orang yang tidak berusaha memelihara iman di dalam kalbunya. Karenanya jangan pernah permainkan nikmat iman di hati ini.
Ada sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya di forum ini ada hikmah yang bisa diambil. Kisahnya dari seorang teman yang waktu itu nampak begitu rajin beribadah, saat shalat tak lepas dari linang air mata, shalat tahajud pun tak pernah putus, bahkan anak dan istrinya diajak pula untuk berjamaah ke mesjid. Selidik punya selidik, ternyata saat itu dia sedang menanggung utang. Karenanya diantara ibadah-ibadahnya itu dia selipkan pula doa agar utangnya segera terlunasi. Selang beberapa lama, ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang Mahakaya dan Maha Mengabulkan setiap doa hamba-Nya pun berkenan melunasi utang rekan tersebut.
Sayangnya begitu utang terlunasi doanya mulai jarang, hilang pula motivasinya untuk beribadah. Biasanya kehilangan shalat tahajud menangis tersedu-sedu, “Mengapa Engkau tidak membangunkan aku, ya ALLOH?!”, ujarnya seakan menyesali diri. Tapi lama-kelamaan tahajud tertinggal justru menjadi senang karena jadual tidur menjadi cukup. Bahkan sebelum azan biasanya sudah menuju mesjid, tapi akhir-akhir ini datang ke mesjid justru ketika azan. Hari berikutnya ketika azan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok harinya, ketika azan selesai justru masih di rumah, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk shalat di rumah saja. Begitupun untuk shalat sunat, biasanya ketika masuk mesjid shalat sunat tahiyatul mesjid terlebih dulu dan salat fardhu pun selalu dibarengi shalat rawatib. Tapi sekarang saat datang lebih awal pun malah pura-pura berdiri menunggu iqamat, selalu ada saja alasannya. Sesudah iqamat biasanya memburu shaf paling awal, kini yang diburu justru shaf paling tengah, hari berikutnya ia memilih shaf sebelah pojok, bahkan lama-lama mencari shaf di dekat pintu, dengan alasan supaya tidak terlambat dua kali. “Kalau datang terlambat, maka ketika pulang aku tidak boleh terlambat lagi, pokoknya harus duluan!”
Pikirnya. Saat akan shalat sunat rawatib, ia malah menundanya dengan alasan nanti akan di rumah saja, padahal ketika sampai di rumah pun tidak dikerjakan. Entah disadari atau tidak oleh dirinya, ternyata pelan-pelan banyak ibadah yang ditinggalkan.
Bahkan pergi ke majlis ta’lim yang biasanya rutin dilakukan, majlis ilmu di mana saja dikejar, sayangnya akhir-akhir ini kebiasaan itu malah hilang. Ketika zikir pun biasanya selalu dihayati, sekarang justru antara apa yang diucapkan di mulut dengan suasana hati, sama sekali bak gayung tak bersambut. Mulut mengucap, tapi hati malah keliling dunia, masyaallah. Sudah dilakukan tanpa kesadaran, seringkali pula selalu ada alasan untuk tidak melakukannya. Saat-saat berdoa pun menjadi kering, tidak lagi memancarkan keuatan ruhiah, tidak ada sentuhan, inilah tanda-tanda hati mulai mengeras. Kalau kebiasaan ibadah sudah mulai tercerabut satu persatu, maka inilah tanda-tanda sudah tercerabutnya taupiq dari-Nya. Akibat selanjutnya pun mudah ditebak, ketahanan penjagaan diri menjadi blong, kata-katanya menjadi kasar, mata jelalatan tidak terkendali, dan emosinya pun mudah membara.
Apalagi ketika ibadah shalat yang merupakan benteng dari perbuatan keji dan munkar mulai lambat dilakukan, kadang-kadang pula mulai ditinggalkan. Ibadah yang lain nasibnya tak jauh beda, hingga akhirnya meningallah ia dalam keadaan hilang keyakinannya kepada ALLOH. Inilah yang disebut suul khatimah (jelek di akhir), naudzhubillah.
Apalah artinya hidup kalau akhirnya seperti ini.Ada lagi sebuah kisah pilu ketika suatu waktu bersilaturahmi ke Batam. Kisahnya ada seorang wanita muda yang tidak bisa menjaga diri dalam pergaulan dengan lawan jenisnya sehingga dia hamil, sedangkan laki-lakinya tidak tahu entah kemana (tidak bertanggung jawab). Hampir putus asa ketika si wanita ini minta tolong kepada seorang pemuda mesjid. Ditolonglah ia untuk bisa melakukan persalinan di suatu klinik bersalin, hingga ia bisa melahirkan dengan lancar. Walau tidak jelas siapa ayahnya, akhirnya si wanita ini pun menjadi ibu dari seorang bayi mungil.
Sayangnya, sesudah beberapa lama ditolong, sifat-sifat jahiliyahnya kambuh lagi. Mungkin karena iman dan ilmunya masih kurang, bahkan ketika dinasihati pun tidak mempan lagi hingga akhirnya dia terjerumus lagi. Demikianlah kisah si wanita ini, ia kembali hamil di luar nikah tanpa ada pria yang mau bertanggung jawab. Lalu ditolonglah ia oleh seseorang yang ternyata aqidahnya beda. Si orang yang akan membantu pun menawarkan bantuan keuangan dengan catatan harus pindah agama terlebih dulu. Si wanita pun menyetujuinya, dalam hatinya “Toh hanya untuk persalinan saja, setelah melahirkan aku akan masuk Islam lagi”. Tapi ternyata ALLOH menentukan lain, saat persalinan itu justru malaikat Izrail datang menjemput, meninggalah si wanita dalam keadaan murtad, naudzhubillah.
Cerita ini nampaknya bersesuaian pula dengan sebuah kisah klasik dari Imam Al Ghazali. Suatu ketika ada seseorang yang sudah bertahun-tahun menjadi muazin di sebuah menara tinggi di samping mesjid. Kebetulan di samping mesjid itu adapula sebuah rumah yang ternyata dihuni oleh keluarga non-muslim, diantara anak-anak keluarga itu ada seorang anak perempuan berparas cantik yang sedang berangkat ramaja. Tiap naik menara untuk azan, secara tidak disengaja tatapan mata sang muazin selalu tertumbuk pada si anak gadis ini, begitu pula ketika turun dari menara. Seperti pepatah mengatakan “dari mata rurun ke hati”, begitulah saking seringnya memandang, hati sang muazin pun mulai terpaut akan paras cantik anak gadis ini. Bahkan saat azan yang diucapkan di mulut Allahuakbar-Allahuakbar, tapi hatinya malah khusyu memikirkan anak gadis itu.
Karena sudah tidak tahan lagi, maka sang muazin ini pun nekad mendatangi rumah si anak gadis tersebut dengan tujuan untuk melamarnya. Hanya sayang, orang tua si anak gadis menolak dengan mentah-mentah, apalagi jika anaknya harus pindah keyakinan karena mengikuti agama calon suaminya, sang muazin yang beragama Islam itu. “Selama engkau masih memeluk Islam sebagai agamamu, tidak akan pernah aku ijinkan anakku menjadi istrimu” ujar si Bapak, seolah-olah memberi syarat agar sang muazin ini mau masuk agama keluarganya terlebih dulu.
Berpikir keraslah sang muazin ini, hanya sayang, saking ngebetnya pada gadis ini, pikirannya seakan sudah tidak mampu lagi berpikir jernih. Hingga akhirnya di hatinya terbersit suatu niat, “Ya ALLOH saya ini telah bertahun-tahun azan untuk mengingatkan dan mengajak manusia menyembah-Mu. Aku yakin Engkau telah menyaksikan itu dan telah pula memberikan balasan pahala yang setimpal. Tetapi saat ini aku mohon beberapa saat saja ya ALLOH, aku akan berpura-pura masuk agama keluarga si anak gadis ini, setelah menikahinya aku berjanji akan kembali masuk Islam”. Baru saja dalam hatinya terbersit niat seperti itu, dia terpeleset jatuh dari tangga menara mesjid yang cukup tinggi itu. Akhirnya sang muazin pun meninggal dalam keadaan murtad dan suul khatimah.
Kalau kita simak dengan seksama uraian-uraian kisah di atas, nampaklah bahwa salah satu hikmah yang dapat kita ambil darinya adalah jikalau kita sedang berbuat kurang bermanfaat bahkan zhalim, maka salah satu teknik mengeremnya adalah dengan ‘mengingat mati’. Bagaimana kalau kita tiba-tiba meninggal, padahal kita sedang berbuat maksiat, zhalim, atau aniaya? Tidak takutkah kita mati suul khatimah? Naudzhubillah. Ternyata ingat mati menjadi bagian yang sangat penting setelah doa dan ikhtiar kita dalam memelihara iman di relung kalbu ini. Artinya kalau ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah, maka selalulah ingat mati.
Dalam hal ini Rasulullah SAW telah mengingatkan para sahabatnya untuk selalu mengingat kematian. Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah keluar menuju mesjid. Tiba-tiba beliau mendapati suatu kaum yangsedang mengobrol dan tertawa. Maka beliau bersabda, “Ingatlah kematian. Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis.” Dan ternyata ingat mati itu efektif membuat kita seakan punya rem yang kokoh dari berbuat dosa dan aniaya. Akibatnya dimana saja dan kapan saja kita akan senantiasa terarahkan untuk melakukan segala sesuatu hanya yang bermanfaat.
Begitupun ketika misalnya, mendengarkan musik ataupun nyanyian, yang didengarkan pasti hanya yang bermanfaat saja, seperti nasyid-nasyid Islami atau bahkan bacaan Al Quran yang mengingatkan kita kepada ALLOH Azza wa Jalla. Sehingga kalaupun malaikat Izrail datang menjemput saat itu, alhamdulillah kita sedang dalam kondisi ingat kepada ALLOH. Inilah khusnul khatimah. Bahkan kalau kita lihat para arifin dan salafus shalih senantiasa mengingat kematian, seumpama seorang pemuda yang menunggu kekasihnya. Dan seorang kekasih tidak pernah melupakan janji kekasihnya.
Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah r.a. bahwa ketika kematian menjemputnya, ia berkata, “Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya ALLOH, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu.” Akhirnya, semoga kita digolongkan ALLOH SWT menjadi orang yang beroleh karunia khusnul khatimah. Amin!

Kita yang sia-siakan

YANG KITA SIA-SIAKAN
Pengetahuan yang kita miliki
Sia-sia karena tidak diamalkan
Perbuatan yang kita lakukan
Sia-sia karena tidak disertai rasa ikhlas.
Perjuangan yang kita lakukan
Sia-sia karena tidak ada tujuan yang jelas
Pengorbanan yang kita lakukan
Sia-sia karena mengharapkan pujian
Marah yang kita lampiaskan
Sia-sia karena dilandasi emosi bukan rasio
Cinta yang kita berikan
Sia-sia karena dilandasi syahwat semata
Kekayaan yang kita dapatkan
Sia-sia karena hanya untuk kepentingan pribadi
Kegagalan yang kita alami
Sia-sia karena dijadikan alasan keputusasaan
Musibah yang kita jumpai
Sia-sia karena tidak menjadikan kita semakin kuat
Kesuksesan yang kita raih
Sia-sia karena membuat kita semakin sombong
Anugerah yang kita dapatkan
Sia-sia karena tidak disyukuri
Pelajaran dan peringatan yang kita dengar atau baca
Sia-sia karena hanya melintas di pikiran

***DEMI MASA SESUNGGUHNYA MANUSIA ITU BENAR-BENAR BERADA DALAM KERUGIAN .KECUALI ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN MENGERJAKAN AMAL SHALEH DAN NASEHAT MENASEHATI SUPAYA MENTAATI KEBENARAN DAN NASEHAT MENASEHATI SUPAYA MENETAPI KESABARAN.(Qs Al-Ashr 1-3)
Imam Al ghazali mengatakan iman membutuhkan perawatan. Dan untuk merawat iman tidak cukup dengan menyiraminya agar tetap segar atau memupuknya agar menjadi subur dan berkembang, tetapi juga perlu menjaganya dari ancaman berbagai hama yang dapat merusaknya, bahkan menghancurkannya.

Hama yang mengancam perkembangan dan kesehatan iman, yang umum dihadapi setiap mukmin adalah :
-kemusyrikan (penyekutuan terhadap Tuhan),
-kemunafikan (kepura-puraan, pengakuan lahir yang berbeda dengan batinnya),
-dan kemaksiatan (pelanggaran dan kedurhakaan).
Sumber utamanya adalah :
(1) syetan, musuh laten manusia .
(2) Hawa nafsu manusia itu sendiri.
(3) Pengaruh lingkungan sosial."Hawa nafsu" selalu dijadikan alat oleh syetan dalam merusak keimanan manusia sehingga berulang-ulang Allah mengingatkan manusia agar jangan mudah mengikuti hawa nafsu.

"JANGANLAH KAMU MENGIKUTI HAWA NAFSU...(QS Shaad :26 ; juga dalam Qs Al-a'raaf :176 ; Thoha : 16; Al-Qashash :50 dalam arti yang sama)Oleh Elvi Zuhailina

Rabu, 08 April 2009

Jempol


Jempol

By : Hepi Andi Bastoni

Inilah induk jemari. Makanya disebut ibu jari. Meski panjangnya tak melebihi jari lainnya tapi ukurannya lebih besar. Dibandingkan jari lainnya, jempol memang berbeda. Selain ukuran, jempol juga hanya memiliki dua buku. Berbeda dengan jari lainnya yang mempunyai tiga buku. Posisinya pun demikian, kalau jemari lainnya menghadap ke satu arah yang sama, maka ibu jari menghadap kearah berbeda.

Dengan demikian, bagi jemari, jempol tak sekedar “ibu“ tapi juga pemimpin. Posisinya yang lebih mengarah kebagian dalam jari-jari seperti seorang pemimpin yang sedang mengayomi anak buahnya. Ia seperti seorang pemimpin yang siap membantu anak buahnya kapanpun.

Jempol adalah pemimpin bagi jemari. Dengan bantuan jempol, jari bisa melakukan banyak hal. Memungut, mencubit, memegang dan menggenggam sesuatu, adalah pekerjaan yang nyaris tak bisa dilakukan tanpa bantuan ibu jari.

Jempol itu unik. Ia bisa menjadi ciri khas yang membedakan seseorang dengan lainnya. Ia bisa mewakili tanda tangan. Bahkan, fungsinya kadang jauh penting daripada tanda tangan. Kalau tanda tangan bisa dipalsukan tapi tidak demikian dengan jempol. Allah menciptakan sidik jari setiap manusia berbeda-beda. Tak ada yang sama.

Jempol bisa menjadi isyarat menang atau kalah.

Bagi pemimpin, jempol bisa jadi cermin. Ia menjadi cermin bagaimana mengayomi anak buah sebagaimana jempol menjadi “ibu” bagi jari-jemari lainnya. Jempol juga bisa jadi cermin dalam hal melengkapi kebutuhan orang lain. Sebuah cubitan takkan terasa kalau hanya dilakukan oleh telunjuk dengan jari lainnya. Ia akan terasa kalau jempol turut campur.

Ketika masih kecil dulu, kita sering menggunakan jari untuk suit menentukan kalah atau menang dalam sebuah permainan. Jari telunjuk adalah simbol “orang”, jempol simbol “gajah” dan kelingking simbol “semut”. Artinya orang akan kalah kalau berhadapan dengan gajah, sedangkan gajah akan kalah kalau berhadapan dengan semut, dan semut akan kalah kalau berhadapan dengan orang.

Dalam permainan ini, meskipun jempol itu besar dan menjadi simbol gajah tapi ia kalah ketika berhadapan dengan kelingking yang menjadi simbol semut. Bagi seorang pemimpin, symbol permainan ini bisa menjadi pelajaran. Bahwa, kelingking bisa mengalahkan jempol. Gajah yang besar bisa ditaklukan oleh semut yang kecil.

Jika para pemimpin memperhatikan filosofi jempol ini dengan baik, ia bisa menjadi pemimpin jempolan. Jika tidak, ia akan dicatat sejarah sebagai pemimpin yang cuma isapan jempol.